Mahasuci ALLOH, Zat yang Maha Mengaruniakan kasih sayang
kepada makhluk-makhluk Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada
diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut, dan tidaklah
kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan
menghinakan orang tersebut.
Betapa tidak?
Jikalau kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah
biang dari segala bencana, karena kasih sayang ALLOH Azza wa Jalla
ternyata hanya akan diberikan kepada orang-orang yang masih hidup
kasih sayang di kalbunya.
Karenanya, tidak bisa tidak,
kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup.
Tidak berlebihan jikalau kita mengasahnya dengan merasakan
keterharuan dari kisah-kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk
memperhaikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela
bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada
orang-orang tuna netra, sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat
informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.
Rasulullah
SAW dalam hal ini bersabda, "ALLOH SWT mempunyai seratus rahmat (kasih
sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada
jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka
saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula
binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan (ALLOH SWT)
menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari
kiamat nanti." (H.R. Muslim).
Dari hadis ini nampaklah,
bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun
dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya.
Karenanya, sudah sepantasnya jikalau kita merindukan kasih sayang,
perhatian, dan perlindungan ALLOH SWT, tanyakanlah kembali pada diri
ini, sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk saling berkasih
sayang bersama makhluk lain?
Kasih sayang
dapat diibaratkan sebuah mata air yang selalu bergejolak keinginannya
untuk melepaskan beribu-ribu kubik air bening yang membuncah dari
dalamnya tanpa pernah habis. Kepada air yang telah mengalir untuk
selanjutnya menderas mengikuti alur sungai menuju lautan luas, mata air
sama sekali tidak pernah mengharapkan ia kembali.
Sama
pula seperti pancaran sinar cerah matahari di pagi hari, dari dulu
sampai sekarang ia terus-menerus memancarkan sinarnya tanpa henti, dan
sama pula, matahari tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah
terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih
sayang di kalbu kita, ia benar-benar melimpah terus tidak pernah ada
habisnya.
Tidak ada salahnya agar muncul kepekaan kita
menyayangi orang lain, kita mengawalinya dengan menyayangi diri
kita dulu. Mulailah dengan menghadapkan tubuh ini ke cermin seraya
bertanya-tanya: Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat
nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api
jahannam?
Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini,
mata yang bisa menatap ALLOH, menatap Rasulullah SAW, menatap para
kekasih ALLOH di surga kelak, atau malah akan terburai karena
kemaksiyatan yang pernah dilakukannya?
Rabalah bibir
manis kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau
malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik?!
Perhatikan
tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana,
sehingga layak berdampingan dengan si pemiliki tubuh mulia, Rasulullah
SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama
hangusnya batu-batu di kerak neraka jahannam?
Ketika
memandang kaki, tanyakanlah apakah ia senantiasa melangkah di jalan
ALLOH sehingga berhak menginjakkannya di surga kelak, atau malah
akan dicabik-cabik pisau berduri.
Memandang mulusnya
kulit kita, renungkanlah apakah kulit ini akan menjadi indah bercahaya
ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api jahannam?
Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita.
Jangan
pula meremehkan makhluk ciptaan ALLOH, sebab tidaklah ALLOH
menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang ALLOH ciptakan
syarat dengan ilmu, hikmah, dan ladang amal. Semua yang bergerak, yang
terlihat, yang terdengar, dan apa saja karunia dari ALLOH adalah jalan
bagi kita untuk bertafakur jikalau hati ini bisa merabanya dengan penuh
kasih sayang.
Dikisahkan di hari akhir datang seorang
hamba ahli ibadah kepada ALLOH, tetapi ALLOH malah mencapnya
sebagai ahli neraka, mengapa? Ternyata karena suatu ketika si ahli
ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga ia tidak bisa
mencari makan dan tidak pula diberi makan oleh si ahli ibadah ini.
Akhirnya mati kelaparanlah si kucing ini. Ternyata walau ia seorang
ahli ibadah, laknat ALLOH tetap menimpa si ahli ibadah ini, dan ALLOH
menetapkannya sebagai seorang ahli neraka, tiada lain karena tidak
hidup kasih sayang di kalbunya.
Tetapi ada kisah
sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang
beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah
padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulur-julurkan
lidahnya seakan sedang merasakan kehausan yang luar biasa. Walau tidak
mungkin terjangkau kerena dalamnya air di oase itu, anjing itu tetap
berusaha menjangkaunya, tapi tidak dapat. Melihat kejadian ini,
tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah slopnya untuk
dipakai menceduk air, setelah air didapat, diberikannya pada anjing
yang kehausan tersebut. Subhanallah, dengan ijin ALLOH,
terampunilah dosa wanita ini.
Demikianlah, jikalau hati
kita mampu meraba derita makhluk lain, insya ALLOH keinginan untuk
berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.
Kisah lain,
ketika suatu waktu ada seseorang terkena penyakit tumor yang sudah
menahun. Karena tidak punya biaya untuk berobat, maka
berkunjunglah ia kepada orang-orang yang dianggapnya mampu memberi
pinjaman biaya.
Bagi orang yang tidak hidup kasih sayang
di kalbunya, ketika datang orang yang akan meminjam uang ini, justru
yang terlintas dalam pikirannya seolah-olah harta yang dimilikinya akan
diambil oleh dia, bukannya memberi, malah dia ketakutan akan hartanya
karena disangkanya akan habis atau bahkan jatuh miskin.
Tetapi
bagi seorang hamba yang tumbuh kasih sayang di kalbunya, ketika datang
yang akan meminjam uang, justru yang muncul rasa iba terhadap
penderitaan orang lain. Bahkan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam
akan membayangkan bagaimana jikalau yang menderita itu dirinya.
Terlebih lagi dia sangat menyadari ada hak orang lain yang dititipkan
ALLOH dalam hartanya. Karenanya dia begitu ringan memberikan sesuatu
kepada orang yang memang membutuhkan bantuannya.
Ingatlah,
hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan
untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak
punya manfaat? Padahal hidup di dunia ini cuma sekali dan itupun
hanya mampir sebentar saja. Tidak ada salahnya kita berpikir terus dan
bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di hati ini. Insya
ALLOH bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, ALLOH Azza wa
Jalla, Zat yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan
ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan
ALLOH, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya
kepada orang lain, ringan dalam melatih kemampuan bela diri dan ringan
pula dalam membela orang lain yang teraniaya, Subhanallah.
Cara
lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani
agar senantiasa diliputi nur kasih sayang adalah dengan melakukan
banyak silaturahmi kepada orang-orang yang dilanda kesulitan,
datang ke daerah terpencil, tengok saudara-saudara kita di rumah sakit,
atau pula dengan selalu mengingat umat Islam yang sedang
teraniaya, seperti di Bosnia, Checnya, Ambon, Halmahera, atau di
tempat-tempat lainnya.
Belajarlah terus untuk melihat
orang yang kondisinya jauh di bawah kita, insya ALLOH hati kita akan
melembut karena senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan
hati-hatilah bagi orang yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya,
orang-orang terkenal, para artis, atau orang-orang elit lainnya, karena
yang akan muncul justru rasa minder dan perasaan kurang dan kurang
akan dunia ini, Masya ALLOH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar