Keluarga
sakinah adalah idaman setiap manusia. Tapi tidak jarang dari mereka
menemukan jalan buntu, baik yang berkecupan secara materi maupun yang
berkekurangan. Apa sebenarnya rahasianya? Mengapa kebanyakan manusia
sulit menemukannya? Mengapa sering terjadi percekcokan dan pertengkaran
di dalam rumah tangga, yang kadang-kadang akibatnya meruntuhkan keutuhan rumah tangga?
Padahal Allah swt menyebutkan perjanjian untuk
membangun rumah tangga sebagai perjanjian yang sangat kuat dan kokoh
yaitu “Mîtsâqan ghalîzhâ. Allah swt menyebutkan kalimat “Mîtsâqan
ghalîzhâ hanya dalam dua hal: dalam membangun rumah tangga, dan dalam
membangun missi kenabian. Tentang “Mîtsâqan ghalîzhâ dalam urusan rumah
tanggah terdapat dalam surat An-Nisa’: 21. Adapun dalam hal missi
kenabian terdapat dalam surat An-Nisa’: 154, tentang perjanjian kaum
nabi Musa (as); dan dalam surat Al-Ahzab: 7, tentang perjanjian para
nabi: Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa (as).
Bangunan
rumah tangga bagaikan bagunan missi kenabian. Jika bangunan runtuh,
maka maka runtuhlah missi kemanusiaan. Karena itu Rasulullah saw
bersabda: “Perbuatan halal yang paling Allah murkai adalah perceraian.”
Sebenarnya disini ada suatu yang sangat rahasia. Tidak ada satu pun
perbuatan halal yang Allah murkai kecuali perceraian. Mengapa ini
terjadi dalam perceraian? Tentu masing-masing kita punya jawaban, paling
tidak di dalam hati dan pikiran. Dan saya tidak akan menjawab masalah
ini, perlu pembahasan yang cukup rinci dan butuh waktu yang cukup lama.
Tentu perlu farum tersendiri.
Keluarga
sakinah sebagai idaman setiap manusia tidak mudah diwujudkan
sebagaimana tidak mudahnya mewujudkan missi kenabian oleh setiap
manusia. Perlu persyaratan-persyaratan yang ketat dan berat. Mengapa?
Karena dua persoalan ini bertujuan mewujudkan kesucian. Kesucian
berpikir, mengolah hati, bertindak, dan gerasi penerus ummat manusia.
Karena
itu, dalam bangunan rumah tangga Allah swt menetapkan hak dan
kewajiban. Maaf saya pinjam istilah AD/ART. Bangunan yang lebih kecil
missinya dari bangunan rumah tangga punya AD/ART, vissi dan missi.
Bagaimana mungkin bangunan yang lebih besar tidak punya AD/ART, Vissi
dan Missi bisa mencapai tujuan? Tentu AD/ART, Missi dan Missi dalam
rumah tangga, menurut saya, tidak bisa dibuat berdasarkan mu’tamar atau
kongres atau musyawarah seperti layaknya organisasi umumnya.
Dalam
hal rumah tangga kita jangan coba-coba buat AD/ART sendiri, pasti Allah
swt tidak ridha dan murka. Karena itu Allah swt menetapkan hak dan
kewajiban dalam bangunan rumah tangga. Tujuannya jelas mengantar manusia
pada kebahagiaan, sakinah, damai dan tenteram sesuai dengan rambu-rambu
yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Menurut
pemahaman saya, tidak cukup AD/ART itu dalam bentuk tek dan buku, perlu
sosok contoh yang telah mewujudkan AD/ART itu. Siapa mereka? Ini juga
perlu farum khusus untuk membahasnya secara detail dan rinci.
Tapi
sekilas saja saya ingin mengantarkan pada diskusi contoh tauladan rumah
tangga yang telah mewujudkan keluarga sakinah. Dan ini tidak akan
terbantah oleh semua kaum muslimin. Yaitu rumah tangga Rasulullah saw
dengan Sayyidah Khadijah Al-Kubra (sa), dan rumah tangga Imam Ali bin
Abi Thalib (sa) dengan Sayyidah Fatimah Az-Zahra’ (sa).
Disini
sebenarnya ada hal yang sangat menarik dikaji, khususnya bagi kaum
wanita dan kaum ibu. Apa itu? Fakta berbicara bahwa Rasulullah saw
banyak dibicarakan oleh kaum laki-laki bahwa beliau contoh poligami,
kemudian mereka melaksanakan dengan dalil mencontoh Rasulullah saw. Tapi
kita harus ingat kapan Rasulullah saw berpoligami? Dan mengapa beliau
melakukan hal ini? Pakta sejarah berbicara bahwa Rasulullah saw tidak
melakukan poligami saat beliau berdampingan dengan Khadijah sampai ia
meninggal. Mengapa? Kalau alasannya perjuangan. Bukankah di zaman dengan
Khadijah beliau tidak berjuang? Justru saat-saat itu perjuangan beliau
sangat berat. Dimanakah letak persoalannya? Lagi-lagi menurut saya,
pribadi Khadijah yang luar biasa, sosok seorang isteri yang benar-benar
memahami jiwa dan profesi suaminya. Sehingga Rasulullah saw tidak pernah
melupakan Khadijah walaupun sudah meninggal, dan disampingnya telah ada
pendamping wanita yang lain bahkan tidak satu isteri. Kaum wanita
khususnya kaum ibu, kalau ingin keluarga sakinah harus mempelajari sosok
Khadijah Al-Khubra (sa), supaya suaminya tidak mudah terpikat hatinya
pada perempuan yang lain.
Sekarang
tentang keluarga Imam Ali dengan Fatimah Az-Zahra (sa). Sejarah
bercerita pada kita bahwa Rasulullah saw sangat menyukai rumah tangga
puterinya dengan kehidupan sederhana bahkan sangat sederhana. Saking
sederhananya, hampir-hampir tidak mampu dijalani oleh
ummatnya, khususnya sekarang. Sama dengan Rasulullah saw Imam Ali (sa)
saat berdampingan dengan Fatimah puteri Nabi saw beliau tidak
berpoligami. Beliau berpoligami setelah Fatimah Az-Zahra’ meninggal. Ada
apa sebenarnya dengan dua wanita ini, sepertinya mereka dapat mengikat
laki-laki tidak kawin lagi? Apa Imam Ali takut dengan Fatimah, atau
Rasulullah saw takut dengan Khadijah? Atau sebaliknya, Khadijah berani
dan menundukkan Rasululah saw, juga Fatimah (sa) seperti itu terhadap
suaminya? Tentu jawabannya tidak. Lalu mengapa? Jawabannya perlu forum
tersendiri untuk kita diskusikan dan mengambil pelajaran darinya.
Sebagi konsep dasar diskusi kita: Perempuan adalah sumber sakinah, bukan laki-laki. Mari kita perhatikan firman Alla swt:
Di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan untuk kalian isteri
dari species kalian agar kalian merasakan sakinah dengannya; Dia juga
menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya
dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berpikir.”
(Ar-Rûm: 21).
Dalam
ayat ini ada kalimat “Litaskunû”, supaya kalian memperoleh atau
merasakan sakinah. Jadi sakinah itu ada pada diri dan pribadi perempuan.
Laki-laki harus mencarinya di dalam diri dan pribadi perempuan. Tapi
perlu diingat laki-laki harus menjaga sumber sakinah, tidak mengotori
dan menodainya. Agar sumber sakinah itu tetap terjaga, jernih dan suci,
dan mengalir tidak hanya pada kaum bapak tetapi juga anak-anak sebagai
anggota rumah tangga, dan gerasi penerus.
Kita
bisa belajar dari fakta dan relialita. Kaum isteri yang sudah ternoda
mata air sakinahnya berdampak pada anak-anak sebagai penerus ummat
Rasulullah saw. Siapa yang paling berdosa? Jelas yang mengotori dan
menodainya.
Sebagai
pengantar untuk membangun keluarga sakinah baiklah kita pelajari Hak
dan Kewajiban yang buat oleh Allah dan Rasul-Nya, antara lain:
Hak-hak Suami
1. Suami adalah pemimpin rumah tangga
“Kaum
lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(wanita)..”(An-Nisa’: 34)
2. Suami dipatuhi dan tidak boleh ditentang
3. Tanpa izin suami, isteri tidak boleh mensedekahkan harta suami, dan tidak boleh berpuasa sunnah.
4.
Suami harus dilayani oleh isteri dalam hubungan badan kecuali uzur, dan
isteri tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya. Rasulullah saw bersabda:
“Isteri
harus patuh dan tidak menentangnya. Tidak mensedekahkan apapun yang ada
di rumah suami tanpa izin sang suami. Tidak boleh berpuasa sunnah
kecuali dengan izin suami. Tidak boleh menolak jika suaminya
menginginkan dirinya walaupun ia sedang dalam kesulitan. Tidak
diperkenankan keluar rumah kecuali dengan izin suami.” (Al-Faqih, 3:277)
5. Menyalakan lampu dan menyambut suami di pintu
6. Menyajikan makanan yang baik untuk suami
7. Membawakan untuk suami bejana dan kain sapu tangan untuk mencuci tangan dan mukanya
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit
8. Tidak menolak keinginan suami hubungan badan kecuali dalam keadaan sakit
Rasulullah saw juga bersabda:
“Hak
suami atas isteri adalah isteri hendaknya menyalakan lampu untuknya,
memasakkan makanan, menyambutnya di pintu rumah saat ia datang,
membawakan untuknya bejana air dan kain sapu tangan lalu mencuci tangan
dan mukanya, dan tidak menghindar saat suami menginginkan dirinya
kecuali ia sedang sakit.” (Makarim Al-Akhlaq: 215)
Rasulullah saw juga bersabda:
“(Ketahuilah)
bahwa wanita tidak pernah akan dikatakan telah menunaikan semua hak
Allah atasnya kecuali jika ia telah menunaikan kewajibannya kepada
suami.” (Makarim Al-Akhlaq:215)
Hak-Hak Isteri
1. Isteri sebagai sumber sakinah, cinta dan kasih sayang. Suami harus menjaga
kesuciannya. (QS Ar-Rum: 21)
2. Isteri harus mendapat perlakukan yang baik
“Ciptakan hubungan yang baik dengan isterimu.” ( Al-Nisa’ :19)
3. Mendapat nafkah dari suami
4. Mendapatkan pakaian dari suami
5. Suami tidak boleh menyakiti dan membentaknya
Pada suatu hari Khaulah binti Aswad mendatangi Rasulullah saw dan bertanya tentang hak seorang isteri. Beliau menjawab:
“Hak-hakmu
atas suamimu adalah ia harus memberimu makan dengan kwalitas makanan
yang ia makan dan memberimu pakaian seperti kwalitas yang ia pakai,
tidak menampar wajahmu, dan tidak membentakmu” (Makarim Al-Akhlaq:218)
Rasulullah saw juga bersabda:
“Orang
yang bekerja untuk menghidupi keluarganya sama dengan orang yang pergi
berperang di jalan Allah.”. (Makarim Al-Akhlaq:218)
“Terkutuklah!
Terkutuklah orang yang tidak memberi nafkah kepada mereka yang menjadi
tanggung jawabnya.” (Makarim Al-Akhlaq:218)
6. Suami harus memuliakan dan bersikap lemah lembut
7. Suami harus memaafkan kesalahannya
Cucu Rasulullah saw Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata:
“Adapun
hak isteri, ketahuilah sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah
menjadikan untukmu dia sebagai sumber sakinah dan kasih sayang. Maka,
hendaknya kau sadari hal itu sebagai nikmat dari Allah yang harus kau
muliakan dan bersikap lembut padanya, walaupun hakmu atasnya lebih wajib
baginya. Karena ia adalah keluargamu Engkau wajib menyayanginya,
memberi makan, memberi pakaian, dan memaafkan kesalahannya.”
Menghindari pertikaian
Rasulullah saw bersabda:
“Laki-laki
yang terbaik dari umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya,
menyayangi dan tidak berlaku zalim pada mereka.” (Makarim
Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa
yang bersabar atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya
pahala seperti yang Dia berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan
sabar menghadapi ujian-ujian Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)
“Barangsiapa
yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan
malaikat penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh
kali tamparan di neraka jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550)
Isteri tidak boleh memancing emosi suaminya, Rasulullah saw bersabda:
“Isteri
yang memaksa suaminya untuk memberikan nafkah di luar batas
kemampuannya, tidak akan diterima Allah swt amal perbuatannya sampai ia
bertaubat dan meminta nafkah semampu suaminya.” (Makarim Al-Akhlaq: 202)
Ada
suatu kisah, pada suatu hari seorang sahabat mendatangi Rasulullah dan
berkata: “Ya Rasulullah, aku memiliki seorang isteri yang selalu
menyambutku ketika aku datang dan mengantarku saat aku keluar rumah.
Jika ia melihatku termenung, ia sering menyapaku dengan mengatakan: Ada
apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika rizkimu yang kau risaukan,
ketahuilah bahwa rizkimu ada di tangan Allah. Tapi jika yang kau
risaukan adalah urusan akhirat, semoga Allah menambah rasa risaumu.”
Setelah mendengar cerita sahabatnya Rasulullah saw bersabda:
Setelah mendengar cerita sahabatnya Rasulullah saw bersabda:
“Sampaikan
kabar gembira kepadanya tentang surga yang sedang menunggunya! Dan
katakan padanya, bahwa ia termasuk salah satu pekerja Allah. Allah swt
mencatat baginya setiap hari pahala tujuh puluh syuhada’.” Kisah ini
terdapat dalam kitab Makarimul Akhlaq: 200.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar