Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan
“nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu
berdua, engganberpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia
ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.Cinta
rahmah adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap
berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah
ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri
sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski
untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya
dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah
adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua
terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an ,
kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang
memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba
kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang
anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu
ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki
hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau
silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang
diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia
lahir batin-dunia akhirat. Cinta mail, adalah jenis cinta yang untuk
sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga
hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam
al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang
jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kullaal mail), cenderung
mengabaikan kepada yang lama. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat
mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta
jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba)bisa seperti orang gila, lupa diri
dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur’an
menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya
Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf. Cinta ra’fah,
yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma – norma kebenaran,
misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk
salat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut term ini ketika
mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak
menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina
(Q/24:2). Cinta shobwah, yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku
penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut term ni ketika
mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha
yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika
tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa
illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin
(Q/12:33). Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur’an tetapi
dari hadis yang menafsirkan al Qur’an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5
dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan
tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari
hadis riwayat Ahmad; wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as
syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah
Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu. Menurut Ibn al
Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin,
Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al
qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati
sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi.
Cinta kulfah. yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik
kepada hal-hal yang positif meskisulit, seperti orang tua yang menyuruh
anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis
cinta ini disebut al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak
membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah
nafsan illa wus`aha (Q/2:286).
Jodoh Dan Perceraian
Tanya Jawab Antara MURTAD(murid ustad) dan USTADZ (Ustad) tentang Jodoh dan Perceraian,
MURTAD: saya mau tanya beberapa hal, temen saya sempat bertanya apa itu jodoh??? lalu saya jawab jodoh itu orang yang akan jadi pasangan hidup kita.
USTADZ : Lebih tepat kalau
dikatakan jodoh itu orang/sesuatu yang menjadi pasangan hidup kita.
Jodoh adalah bagian dari rejeki, dia seperti juga rejeki-rejeki yang
lain spt mobil, pekerjaan, dsb. Hal ini akan mudah dipahami kaitannya
dengan cerai atau bukan jodoh.
MURTAD: lalu dia kembali bertanya “apakah orang yang menikah itu berarti jodohnya??”
saya jawab “ya”.
USTADZ : Betul, ikatan nikah itulah yang menjadikan istri kita sebut sebagai jodoh. Kalau belum dinikah berarti belum jodohnya.
MURTAD: lalu dia bilang ” mengapa ada orang
yang bercerai??? apakah itu dinamakan jodoh??” , “mengapa Allah
memberikan jodoh itu kalau akhirnya harus bercerai???”, “apakah itu
berarti bukan jodohnya??” padahal dalam surat ar-rum 21, “……Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri…..”
USTADZ : Kita bicarakan dulu
Surat Ar-Ruum ayat 21. Ayat ini menjelaskan bahwa sebagai tanda
kekuasaan Allah, Allah menciptakan manusia dan memberi setiap diri itu
pasangan/jodoh atau istri. Bahkan dalam ayat itu disebutkan jamak yaitu
istri-istri artinya satu orang lelaki boleh memiliki istri lebih dari
satu (sampai 4). Ayat ini tidak pernah ditafsirkan kalau istri itu harus
satu dan/atau sampai mati. Tidak. Garis besar ayat ini menjelaskan
adanya pasangan/jodoh bagi setiap individu. Adapun istri itu bisa hanya
satu dan sampai mati, tidak bercerari itu adalah suratan takdir. Berkat
usaha dan rejeki orang itu seperti itu, sudah qodarnya begitu. Namun
ternyata jika setelah menikah tidak bisa mempertahankan rumah tangganya,
sampai kemudian bercerai karena sebab-sebab tertentu itu syah-syah
saja. Artinya tidak berdosa. Sebab cerai itu halal, dan ada aturan
kenapa mesti dicerai seperti jika aturan Allah – Rasul dilanggar. Jadi
justru akan menjadi petaka bagi manusia jika tidak ada cerai, sebab
kalau ada hal-hal yang keluar dari hukum kemudian tidak bisa bercerai
berarti dosa. Untuk menghindari dosa itulah maka dalam islam
diperbolehkan (halal) bercerai. Jadi kalau sudah
bercerai berarti itu bukan lagi jodohnya. Biar gampang anggap saja
seperti kita membawa air, ketika mau kita minum terus tumpah ke tanah.
Atau air itu direbut orang. Padahal kita udah siapkan dari rumah untuk
bekal di jalan kalau haus. Apa yang kita lakukan agar hilang haus kita?
Ya mencari air di tempat lain yang punya air. Ingat, perceraian bisa
juga disebabkan karena kematian. Jadi kalau kita mengingkari adanya
perceraain berarti kita mengingkari kematian. Berarti juga mengingkari
qodar. Kenapa Allah memberi
jodoh, kemudian bercerai? Sebab Allah ingin memberi cobaan kepada
hambanya untuk mengetahui seberapa besar iman seorang hamba tsb. Lihat
Surat Ankabut ayat 2. Jadi yang perlu dipahami bersama bahwa ayat-ayat
nikah dan ayat-ayat cerai itu sebagai bagian dari skenario Allah kepada
hambanya. Dan kita tahu bagaimana menyikapi adanya skenario Allah yang
sudah tertulis 50.000 tahun sebelum kejadian langit dan bumi ini.
Tentunya dengan usaha dan doa. Tidak seperti yang kita lihat di masyarakat umum, sebenarnya perceraian yang diperbolehkan itu jika terjadi pelanggaran terhadap aturan Allah dan Rasul.
Seperti istri kita nggak mau ngaji lagi, istri kita ketahuan berzina,
suami ringan tangan, atau masalah lain sepanjang bisa diterima oleh
pengatur/pengurus. Sebab sudah jelas diterangkan islam melarang
icip-icip (kawin cerai hanya bertujuan merasakan berbagai varietas
perempuan). Dan juga tidak boleh karena alasan tidak suka lagi, seperti
udah bosen, ingin cari yang lebih muda lagi atau alasan hawa nafsu yang
lain. Jawaban lugasnya kenapa orang bercerai karena mereka tidak bisa
lagi melaksanakan hudud Allah rasul dalm rumah tangganya.
MURTAD: dia juga sempet menanyakan apa
hukumnya menikah kalau keduanya sudah sama-sama cukup usia dan sudah
mapan, tapi dia masih ragu karena merasa belum siap untuk menikah….
USTADZ : Secara umum nikah
sunnah hukumnya. Jika seperti kasus di atas, yang wajib adalah kedua
orang tuanya untuk segera menikahkan. Dan anak berkewajiban taat kepada
orang tuanya selama tidak maksiat. Selain itu, nikah diperlukan guna
menjaga dan menyempurnakan agamanya. Orientasi inilah yang sangat
penting diingat dan dilakukan – yaitu menyempurnakan keimanan dan
memperbanyak pahala, menghindari dosa. Adanya keraguan itu
karena godaan syaitan. Untuk menghilangkannya banyaklah berdoa dan
berserah diri pada Allah. Tawakal adalah sebaik-baik jalan dalam
menjalani semua kehidupan ini. Jika masih belum hilang hidupkanlah
semangat perang fisabililah dalam menempuh bahtera rumah tangga. Jangan
biarkan hidup dalam kesia-sian dalam mencari pahala dan surga. Jika masih ragu, berarti sifat kemunafiqan mungkin telah bersemayam dalam diri anda. Perbanyaklah dzikir kepada Allah.
Pengantin Baru
Yaa Allah, MahaPenyayang, MahaPengasih.
Hari ini, kami bersaksi, bahwa kedua pengantin
telah mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, kekasih kami.
Terima kasih, yaa Allah, bahwa kami yang hadir saat ini, Engkau perkenankan untuk men- tafakkuri salah satu dari tanda-tanda kebesaran-Mu, yaitu adanya pasangan-pasangan yang Engkau desain agar pasangan-pasangan itu merasa sakinah (tentram) dalam pelukan mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih-sayang) . Dengan tulus, kami doakan kedua pengantin. Sebab, setelah menikah, amanah di pundak mereka cukup berat, seperti yang disebut HR Bukhari-Muslim:
“Laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya,
dan ia harus mempertanggung-jawabkan kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia harus mempertanggung-jawabkan kepemimpinannya.”
Yaa Allah, permohonan kami semata-mata hanya kepada-Mu.Basahilah mereka dengan ridho-Mu selalu. Naungilah mereka dengan kasih sayang-Mu tiada henti. Dekaplah mereka dengan ampunan-Mu yang tak bertepi.
Yaa Allah, permintaan kami semata-mata hanya kepada-Mu. Penuhilah rumah tangga mereka dengan aroma wewangian baiti jannati (rumahku-surgaku)
atas dasar sakinah , mawaddah , wa rahmah.
Yaa Allah, bahagiakanlah mereka, laksana bahagianya Adam dan Hawa. Tentramkanlah mereka, laksana tentramnya Ibrahim dan Siti Hajar. Muliakanlah mereka, laksana mulianya Muhammad SAW dan Ummahaatil Mu’miniin .
Yaa Allah, berilah Pengantin Laki-laki kemudahan untuk meneladani Nabi Muhammad SAW,
*. Bahwa, sebagai suami yang baik, Pengantin Laki-laki akan tiada terputus mengingat HR Al-Hakim: “ Tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia. Tidak merendahkan wanita kecuali laki-laki yang rendah juga.”
*. Bahwa, sebagai suami yang santun, Pengantin Laki-laki akan selalu berpedoman pada HR Tirmudzi dan Ibnu Majah yaitu tak akan sampai melakukan al-Baghyu (berperilaku zalim / sewenang-wenang / menganiaya orang lain), dan salah satu bentuk al-Baghyu adalah suami yang berbuat zalim terhadap istri sendiri.
*. Bahwa, oleh karena akhlaq Pengantin Laki-laki dalam memimpin keluarga benar-benar berusaha mencontoh Nabi Muhammad SAW, sehingga jika dalam sebuah kesempatan Pengantin Putri ditanya orang perihal suaminya, maka jawaban spontan dari sang istri adalah: “ Kana kullu amrihi ajaba ” (“Aduhai, semua perilaku dia indah”).
Yaa Allah, berilah Pengantin Putri kemudahan untuk bisa seperti Ummahaatil Mu’miniin ,
*. Bahwa, sebagai istri, Pengantin Putri tiada pernah lupa pesan Rasulullah SAW lewat HR Thabrani: “ Istri paling baik ialah yang membahagiakanmu bila kamu memandangnya, yang mematuhimu bila kamu menyuruhnya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu bila kamu tak ada. ”
*. Bahwa, oleh karena akhlaq Pengantin Putri sebagai istri berkategori qurrota a’yun (yang menyejukkan pandangan dan menentramkan hati), maka, tampak sesekali Pengantin Laki-laki akan bergumam-bersaksi, “Demi Allah, tak ada yang dapat menggantikan dia.”
*. Bahwa, perilaku Pengantin Putri sebagai istri selalu mendapat ridha dari Pengantin Laki-laki , sang suami. Sebab, “ Bila seorang wanita meninggal, sementara sang suami ridha sekali dengan tingkah-lakunya ketika ia masih hidup, maka wanita itu masuk surga “ (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Thabrani, Al-Hakim) .
Kami tahu, yaa Allah, tidak mudah bagi mereka untuk memelihara ikatan suci pernikahan ini dalam naungan ridha-Mu dan maghfirah- Mu. Kami tahu, yaa Allah, amat berat bagi mereka untuk mengelola lembaga yang bernama rumah-tangga dalam menghadapi serba-neka ujian-Mu. Oleh karena itu, sungguh kami mohon rahman dan rahim- Mu. Jika Engkau memberi mereka nikmat, bantulah mereka untuk banyak berdzikir dan bersyukur atas anugerah-Mu itu. Jika Engkau memberi mereka cobaan, berilah mereka keteguhan hati dan kesabaran. Lalu, bangunkanlah mereka di tengah keheningan malam. Gerakkanlah bibir-bibir mereka untuk menyebut nama(-nama)-Mu yang suci. Basahilah sajadah mereka dengan air mata kekhusyu’an, ketika mereka merintih di hamparan rahman-rahim -Mu. Dan, jadikanlah saat-saat seperti itu sebagai waktu yang paling menentramkan hati mereka.
Yaa Allah, beri mereka kemampuan untuk melihat yang haq sebagai haq , dan pada saat yang sama beri pula mereka kecakapan untuk menegakkannya. Yaa Allah, beri mereka kemampuan untuk melihat yang bathil itu bathil , lalu di ketika yang sama beri juga mereka kecakapan untuk meninggalkannya.
Yaa Allah, indahkanlah rumah mereka dengan kalimat-kalimat-Mu yang suci. Suburkanlah mereka dengan keturunan yang selalu membesarkan Asma-Mu. Penuhilah hidup mereka dengan amal-amal shalih yang Engkau ridhai. Jadikanlah mereka, yaa Allah, teladan yang indah bagi manusia. Untuk Pengantin Laki-laki dan Pengantin Putri, kami ulang do’a Rasulullah SAW saat sang putri -Fatimah Az-Zahra- menikah dengan Ali bin Abi Thalib R.A.: “Semoga Allah menghimpunkan yang terserak dari keduanya. Memberkahi mereka berdua. Dan, semoga, Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka, menjadikannya pembuka pintu-pintu rahmah, sumber ilmu, dan hikmah, serta memberi rasa aman bagi ummat”.
Baarokallaahu laka wa baaroka ‘alayka wa jama’a baynakumaa fii khoyr (Semoga barakah Allah selalu tercurah kepada Pengantin Laki-laki dan Pengantin Putriserta keluarganya. Dan, semoga, Allah selalu menghimpunkan Pengantin Laki-laki dan Pengantin Putri dalam kebaikan).
Yaa Allah, beri kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Serta, bebaskanlah kami dari adzab neraka.
Hari ini, kami bersaksi, bahwa kedua pengantin
telah mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, kekasih kami.
Terima kasih, yaa Allah, bahwa kami yang hadir saat ini, Engkau perkenankan untuk men- tafakkuri salah satu dari tanda-tanda kebesaran-Mu, yaitu adanya pasangan-pasangan yang Engkau desain agar pasangan-pasangan itu merasa sakinah (tentram) dalam pelukan mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih-sayang) . Dengan tulus, kami doakan kedua pengantin. Sebab, setelah menikah, amanah di pundak mereka cukup berat, seperti yang disebut HR Bukhari-Muslim:
“Laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya,
dan ia harus mempertanggung-jawabkan kepemimpinannya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia harus mempertanggung-jawabkan kepemimpinannya.”
Yaa Allah, permohonan kami semata-mata hanya kepada-Mu.Basahilah mereka dengan ridho-Mu selalu. Naungilah mereka dengan kasih sayang-Mu tiada henti. Dekaplah mereka dengan ampunan-Mu yang tak bertepi.
Yaa Allah, permintaan kami semata-mata hanya kepada-Mu. Penuhilah rumah tangga mereka dengan aroma wewangian baiti jannati (rumahku-surgaku)
atas dasar sakinah , mawaddah , wa rahmah.
Yaa Allah, bahagiakanlah mereka, laksana bahagianya Adam dan Hawa. Tentramkanlah mereka, laksana tentramnya Ibrahim dan Siti Hajar. Muliakanlah mereka, laksana mulianya Muhammad SAW dan Ummahaatil Mu’miniin .
Yaa Allah, berilah Pengantin Laki-laki kemudahan untuk meneladani Nabi Muhammad SAW,
*. Bahwa, sebagai suami yang baik, Pengantin Laki-laki akan tiada terputus mengingat HR Al-Hakim: “ Tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia. Tidak merendahkan wanita kecuali laki-laki yang rendah juga.”
*. Bahwa, sebagai suami yang santun, Pengantin Laki-laki akan selalu berpedoman pada HR Tirmudzi dan Ibnu Majah yaitu tak akan sampai melakukan al-Baghyu (berperilaku zalim / sewenang-wenang / menganiaya orang lain), dan salah satu bentuk al-Baghyu adalah suami yang berbuat zalim terhadap istri sendiri.
*. Bahwa, oleh karena akhlaq Pengantin Laki-laki dalam memimpin keluarga benar-benar berusaha mencontoh Nabi Muhammad SAW, sehingga jika dalam sebuah kesempatan Pengantin Putri ditanya orang perihal suaminya, maka jawaban spontan dari sang istri adalah: “ Kana kullu amrihi ajaba ” (“Aduhai, semua perilaku dia indah”).
Yaa Allah, berilah Pengantin Putri kemudahan untuk bisa seperti Ummahaatil Mu’miniin ,
*. Bahwa, sebagai istri, Pengantin Putri tiada pernah lupa pesan Rasulullah SAW lewat HR Thabrani: “ Istri paling baik ialah yang membahagiakanmu bila kamu memandangnya, yang mematuhimu bila kamu menyuruhnya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu bila kamu tak ada. ”
*. Bahwa, oleh karena akhlaq Pengantin Putri sebagai istri berkategori qurrota a’yun (yang menyejukkan pandangan dan menentramkan hati), maka, tampak sesekali Pengantin Laki-laki akan bergumam-bersaksi, “Demi Allah, tak ada yang dapat menggantikan dia.”
*. Bahwa, perilaku Pengantin Putri sebagai istri selalu mendapat ridha dari Pengantin Laki-laki , sang suami. Sebab, “ Bila seorang wanita meninggal, sementara sang suami ridha sekali dengan tingkah-lakunya ketika ia masih hidup, maka wanita itu masuk surga “ (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Thabrani, Al-Hakim) .
Kami tahu, yaa Allah, tidak mudah bagi mereka untuk memelihara ikatan suci pernikahan ini dalam naungan ridha-Mu dan maghfirah- Mu. Kami tahu, yaa Allah, amat berat bagi mereka untuk mengelola lembaga yang bernama rumah-tangga dalam menghadapi serba-neka ujian-Mu. Oleh karena itu, sungguh kami mohon rahman dan rahim- Mu. Jika Engkau memberi mereka nikmat, bantulah mereka untuk banyak berdzikir dan bersyukur atas anugerah-Mu itu. Jika Engkau memberi mereka cobaan, berilah mereka keteguhan hati dan kesabaran. Lalu, bangunkanlah mereka di tengah keheningan malam. Gerakkanlah bibir-bibir mereka untuk menyebut nama(-nama)-Mu yang suci. Basahilah sajadah mereka dengan air mata kekhusyu’an, ketika mereka merintih di hamparan rahman-rahim -Mu. Dan, jadikanlah saat-saat seperti itu sebagai waktu yang paling menentramkan hati mereka.
Yaa Allah, beri mereka kemampuan untuk melihat yang haq sebagai haq , dan pada saat yang sama beri pula mereka kecakapan untuk menegakkannya. Yaa Allah, beri mereka kemampuan untuk melihat yang bathil itu bathil , lalu di ketika yang sama beri juga mereka kecakapan untuk meninggalkannya.
Yaa Allah, indahkanlah rumah mereka dengan kalimat-kalimat-Mu yang suci. Suburkanlah mereka dengan keturunan yang selalu membesarkan Asma-Mu. Penuhilah hidup mereka dengan amal-amal shalih yang Engkau ridhai. Jadikanlah mereka, yaa Allah, teladan yang indah bagi manusia. Untuk Pengantin Laki-laki dan Pengantin Putri, kami ulang do’a Rasulullah SAW saat sang putri -Fatimah Az-Zahra- menikah dengan Ali bin Abi Thalib R.A.: “Semoga Allah menghimpunkan yang terserak dari keduanya. Memberkahi mereka berdua. Dan, semoga, Allah meningkatkan kualitas keturunan mereka, menjadikannya pembuka pintu-pintu rahmah, sumber ilmu, dan hikmah, serta memberi rasa aman bagi ummat”.
Baarokallaahu laka wa baaroka ‘alayka wa jama’a baynakumaa fii khoyr (Semoga barakah Allah selalu tercurah kepada Pengantin Laki-laki dan Pengantin Putriserta keluarganya. Dan, semoga, Allah selalu menghimpunkan Pengantin Laki-laki dan Pengantin Putri dalam kebaikan).
Yaa Allah, beri kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Serta, bebaskanlah kami dari adzab neraka.
Do'aku untuk semuanya
Ya Allah.
Ampunilah jika hati ini penuh dengan kedengkian kepada saudara kami yang beriman,
Ampunilah jika hati kami penuh dengan kebencian dan kedendaman,
Ampunilah ya Allah jika hati ini kotor kepada mereka,
Ampunilah jika perilaku kami menyakiti hatinya.
Ya Allah,
Golongkan kami menjadi hamba yang pandai memanfaatkan umur yang tersisa ini,
Golongkan kami menjadi hamba yang pemaaf,
yang tulus kepada saudara yang menyakiti kami.
Golongkanlah kami menjadi hamba yang berlapang dada, kepada saudara yang menzalimi dan menyakiti hati ini.
Ya Allah,
Tolonglah kami ya Allah,
Berikanlah kekuatan bagi kami,
Jangan biarkan kami tergelincir,
Jangan biarkan kami terjerumus
Jangan biarkan kami tersesat.
Ya Allah,
Halanglah diri ini dari melakukan perbuatan maksiat,
Cegahlah kami dari perbuatan dosa,
Jauhkan kami dari apapun yang akan menjerumuskan
Kasihanilah kami ya Robb.
Ya Allah,
Engkau tahu, betapa fikiran kami jarang mengingatiMu,
betapa lisan kami,
jarang menyebut namaMu dengan ikhlas,
Ya Allah,
Jadikanlah malam ini menjadi malam ampunan,
Kenapa sulit sekali untuk memperbaiki diri,
sekarang bertaubat, besok berbuat dosa lagi,
sesungguhnya, kami ingin menjadi hamba yang soleh,
Tolonglah ya Allah,
berikan kekuatan bagi kami,
Jangan biarkan kami tergelincir,
Jangan biarkan kami terjerumus,
Jangan biarkan kami tersesat.
Ya Allah,
Hari berganti hari,
Bererti kian dekat dengan kematian kita,
sudah lama hidup kita mengkhianati Allah,
Akan datang saatnya,
malaikat maut datang menjemput kita,
sekaya apapun diri kita,
segagah apapun tubuh kita,
sehebat apapun kekuasaan kita
secerdas apapun akal kita
Kita pasti mati.
Ingatlah ! kita pasti mati.
Ya Allah,
Bukalah hati-hati yang masih tertutup,
Luluhkan hati yang masih keras membatu,
cahayai hati yang gelap gelita,
Gantikan hati yang penuh dengan kebencian dengan penuh kasih sayang,
Gantikan hati yang penuh dendam pada diri ini dengan perasaan kasih sayang,
Gantikan hati yang penuh kesombongan dengan hati yang tawadhu'.
Ya Allah,
Ya Hayyu Ya Qayyun Birahmatika nastaghib
wahuma ma'akum ainama kuntum
Allah Maha Mendengar
Allah Maha Dekat.
Jadikan malam ini malam penuh berkat,
malam diijabnya doa-doa
kepada siapa lagi kami meminta,
bukankah Engkau berjanji
akan mengabulkan doa-doa hambaMu
kami hanyalah makhluk busuk hina dina
sedangkan Engkau
Maha Agung,
Maha Suci,
Maha Mulia.
Ya Allah, kabulkan doa hamba-hambaMu ini
Ya Rahman Ya Rahiim
Selamatkan ayah ibu kami dunia dan akhirat
berikanlah kehidupan kami ini bahagia di dunia dan akhirat,
Berikanlah kami kecukupan dengan rezeki
yang halal dan barakah,
lepaskan kami dari jerutan hutang piutang,
jangan kami mati membawa hutang
kuatkan iman kami Ya Rabb
jangan biarkan dunia ini menipu
dan memperdayakan kami
Ya Allah,
berikanlah kepada kami kenikmatan beribadah
doa-doa yang Engkau ijabah,
titipkan kepada kami harta
jadikan kami ahli sedekah
undanglah kami ke Baitullah.
Ya Allah,
Jadikan sisa hidup ini bahagia dan mulia,
Jadikan akhir hidup kami khusnul khatimah,
Lapangkan kubur kami
Jauhkan dari kehinaan dari apapun jua.
Ya Allah,
Sedarilah golongan yang sentiasa mengkianati kerja-kerja Islam kami,
Bukakanlah hati mereka,
Dekatilah mereka dengan kesedaran
Jadikan mereka bangsa yang terhormat
Jangan asyik tidak menerima kerja-kerja ini yang disusun aturkan
Jangan jadikan mereka golongan yang pekak dan berniat jahat.
Kembalikanlah mereka ke jalan yang lurus.
Rabbana atina fiudunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzabannar. Subhana rabbika rabbil idzzati 'amma yasifun wassalamun 'alal mursalin wal hamdulillahirobbil 'alamin,
Ampunilah jika hati ini penuh dengan kedengkian kepada saudara kami yang beriman,
Ampunilah jika hati kami penuh dengan kebencian dan kedendaman,
Ampunilah ya Allah jika hati ini kotor kepada mereka,
Ampunilah jika perilaku kami menyakiti hatinya.
Ya Allah,
Golongkan kami menjadi hamba yang pandai memanfaatkan umur yang tersisa ini,
Golongkan kami menjadi hamba yang pemaaf,
yang tulus kepada saudara yang menyakiti kami.
Golongkanlah kami menjadi hamba yang berlapang dada, kepada saudara yang menzalimi dan menyakiti hati ini.
Ya Allah,
Tolonglah kami ya Allah,
Berikanlah kekuatan bagi kami,
Jangan biarkan kami tergelincir,
Jangan biarkan kami terjerumus
Jangan biarkan kami tersesat.
Ya Allah,
Halanglah diri ini dari melakukan perbuatan maksiat,
Cegahlah kami dari perbuatan dosa,
Jauhkan kami dari apapun yang akan menjerumuskan
Kasihanilah kami ya Robb.
Ya Allah,
Engkau tahu, betapa fikiran kami jarang mengingatiMu,
betapa lisan kami,
jarang menyebut namaMu dengan ikhlas,
Ya Allah,
Jadikanlah malam ini menjadi malam ampunan,
Kenapa sulit sekali untuk memperbaiki diri,
sekarang bertaubat, besok berbuat dosa lagi,
sesungguhnya, kami ingin menjadi hamba yang soleh,
Tolonglah ya Allah,
berikan kekuatan bagi kami,
Jangan biarkan kami tergelincir,
Jangan biarkan kami terjerumus,
Jangan biarkan kami tersesat.
Ya Allah,
Hari berganti hari,
Bererti kian dekat dengan kematian kita,
sudah lama hidup kita mengkhianati Allah,
Akan datang saatnya,
malaikat maut datang menjemput kita,
sekaya apapun diri kita,
segagah apapun tubuh kita,
sehebat apapun kekuasaan kita
secerdas apapun akal kita
Kita pasti mati.
Ingatlah ! kita pasti mati.
Ya Allah,
Bukalah hati-hati yang masih tertutup,
Luluhkan hati yang masih keras membatu,
cahayai hati yang gelap gelita,
Gantikan hati yang penuh dengan kebencian dengan penuh kasih sayang,
Gantikan hati yang penuh dendam pada diri ini dengan perasaan kasih sayang,
Gantikan hati yang penuh kesombongan dengan hati yang tawadhu'.
Ya Allah,
Ya Hayyu Ya Qayyun Birahmatika nastaghib
wahuma ma'akum ainama kuntum
Allah Maha Mendengar
Allah Maha Dekat.
Jadikan malam ini malam penuh berkat,
malam diijabnya doa-doa
kepada siapa lagi kami meminta,
bukankah Engkau berjanji
akan mengabulkan doa-doa hambaMu
kami hanyalah makhluk busuk hina dina
sedangkan Engkau
Maha Agung,
Maha Suci,
Maha Mulia.
Ya Allah, kabulkan doa hamba-hambaMu ini
Ya Rahman Ya Rahiim
Selamatkan ayah ibu kami dunia dan akhirat
berikanlah kehidupan kami ini bahagia di dunia dan akhirat,
Berikanlah kami kecukupan dengan rezeki
yang halal dan barakah,
lepaskan kami dari jerutan hutang piutang,
jangan kami mati membawa hutang
kuatkan iman kami Ya Rabb
jangan biarkan dunia ini menipu
dan memperdayakan kami
Ya Allah,
berikanlah kepada kami kenikmatan beribadah
doa-doa yang Engkau ijabah,
titipkan kepada kami harta
jadikan kami ahli sedekah
undanglah kami ke Baitullah.
Ya Allah,
Jadikan sisa hidup ini bahagia dan mulia,
Jadikan akhir hidup kami khusnul khatimah,
Lapangkan kubur kami
Jauhkan dari kehinaan dari apapun jua.
Ya Allah,
Sedarilah golongan yang sentiasa mengkianati kerja-kerja Islam kami,
Bukakanlah hati mereka,
Dekatilah mereka dengan kesedaran
Jadikan mereka bangsa yang terhormat
Jangan asyik tidak menerima kerja-kerja ini yang disusun aturkan
Jangan jadikan mereka golongan yang pekak dan berniat jahat.
Kembalikanlah mereka ke jalan yang lurus.
Rabbana atina fiudunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzabannar. Subhana rabbika rabbil idzzati 'amma yasifun wassalamun 'alal mursalin wal hamdulillahirobbil 'alamin,
Do'a mencari Ilmu
سُبْحَانَكَ
اللّهُمَّ رَبنَّاَ لاَعِلْمَ لنَاَ اِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا. إِنَّكَ
اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْناَ إِنَّكَ أَنْتَ
التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ. وَعَلِمْنَامِنْ لَدُنْكَ عِلْمًا نَافِعاً يَاذَا الْجَلاَلِ
وَاْلإِكْرَامِ. اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنَا حِكْمَتَكَ وَانْشُرْ
عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ ياَذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. رَبِّ زِدْنِيْ
عِلْماً. وَوَسِّعْ فِيَّ رِزْقِيْ. وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا رَزَقْتَنِيْ.
وَاجْعَلْنِيْ مَحْبُوْبًا فِيْ قُلُوْبِ عِبَادِكَ وَعَزِيْزًا فِيْ
عُيُوْنِهِمْ وَاجْعَلْنِيْ وَجِيْهًا فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَمِنَ
الْمُقَرَّبِيْنَ. يَاكَثِيْرَ النَّوَالِ يَاحَاسَنَ الْفِعَالِ.
يَاقَائِماً بِلاَ زَوَالِ يَامُبْدِئاً بِلاَ مِثَالِ فَلَكَ الْحَمْدُ
وَاْلمِنَّةُ وَالشَّرَفُ عَلَى كُلِّ حَالٍ
Kenapa Lelaki suka wanita Berjilbab
Kamu tau kenapa saya suka wanita itu pakai jilbab? Jawabannya
sederhana,karena mata saya susah diajak kompromi. Bisa dibayangkan
bagaimana sayaharus mengontrol mata saya ini mulai dari keluar pintu
rumahsampaikembali masuk rumah lagi. Dan kamu tau? Di kampus tempat saya
seharian disana,kemana arah mata memandang selalu saja membuat mata
saya terbelalak.Hanya dua arah yang bisa membuat saya tenang, mendongak
ke atas langitatau menunduk ke tanah.Melihat kedepan ada perempuan
berlenggok dengan seutas "TankTop", nolehke kiri
pemandangan"PinggulTerbuka", menghindar kekanan ada sajian"CelanaKetat
plus YouCanSee", balik ke belakang dihadang oleh
"DadaMenantang!",Astaghfirullah... kemana lagi mata ini harus
memandang?Kalau saya berbicara nafsu, ow jelas sekali saya suka. Kurang
merangsangitu mah! Tapi sayang, saya tak ingin hidup ini dibaluti oleh
nafsu. Sayajuga butuh hidup dengan pemandangan yang membuat saya tenang.
Saya inginmelihat wanita bukan sebagai objek pemuas mata.Tapi mereka
adalah sosok yang anggun mempesona, kalau dipandang bikinsejuk di mata.
Bukanparas yang membikin mata panas, membuat iman lepasditarik oleh
pikiran "ngeres" dan hatipun menjadi keras.Andai wanita itu mengerti apa
yang sedang dipikirkan oleh laki-lakiketika melihat mereka berpakaian
seksi, saya yakin mereka tak mau tampilseperti itu lagi. Kecuali bagi
mereka yang memang punya niat untukmenarik lelaki untuk memakaiaset
berharga yang mereka punya.Istilah seksi kalau boleh saya definisikan
berdasar kata dasarnya adalahpenuh daya tarik seks. Kalau ada wanita
yang dibilang seksi oleh paralelaki, janganlah berbangga hati dulu.
Sebagai seorang manusia yangpunya fitrah dihormati dan dihargai
semestinya anda malu, karena penampilanseksi itu sudah membuat mata
lelaki menelanjangi anda, membayangkan andaadalah objek syahwat dalam
alam pikirannya. Berharap anda melakukan lebihseksi, lebih... dan lebih
lagi. Dan anda tau apa kesimpulan yang ada dalambenak sang lelaki?
Yaitunya: anda bisa diajak untuk begitu dan begini.Mau tidak mau,
sengaja ataupun tidak anda sudah membuat diri anda tidakdihargai dan
dihormati oleh penampilan anda sendiri yang anda sajikanpada mata
lelaki. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada diri anda, apaitu dengan
kata-kata yang nyeleneh, pelecehan seksual atau mungkinsampai pada
perkosaan.Siapa yang semestinya disalahkan? Saya yakin anda
menjawabnya"lelaki" bukan?Oh betapa tersiksanya menjadi seorang lelaki
dijaman sekarang ini. Kalau boleh saya ibaratkan, tak ada pembeli kalau
tidak ada yang jual. Simpel saja,orang pasti akan beli kalau ada yang
nawarin. Apalagi barang bagus itu gratis,wah pasti semua orang akan
berebut untuk menerima. Nah apa bedanya dengan anda menawarkan
penampilan seksi anda pada khalayak ramai, saya yakin siapa yangmelihat
ingin mencicipinya.Begitulah seharian tadi saya harus menahan penyiksaan
pada mata ini.Bukan pada hari ini saja, rata-rata setiap harinya. Saya
ingin protes,tapi mau protes ke mana? Apakah saya harus menikmatinya...?
tapi saya sungguh takut dengan Dzat yang memberi mata ini. Bagaimana
nanti saya mempertanggungjawabkan nanti? sungguh dilema yang
berkepanjangandalam hidup saya.Alloh SWT berfirman: "Katakanlah kepada
laki-laki yang beriman,hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya", yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahu siapa yang mereka perbuat.
Katakanlahkepada wanita beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya
dan memelihara kemaluannya." (QS. An-Nuur : 30-31).Jadi tak salah bukan
kalau saya sering berdiam di ruangan kecil ini,duduk di depan komputer
menyerap sekian juta elektron yang terpancardari monitor, saya hanya
ingin menahan pandangan mata ini. Biarlah matasaya ini rusak oleh
radiasi monitor, daripada saya tak bisa pertanggungjawabkan nantinya.
Jadi tak salah juga bukan? kalau saya paling malasdiajakke mall, jjs,
kafe, dan semacam tempat yang selalu menyajikankeseksian.Saya yakin,
banyak laki-laki yang punya dilemma seperti saya ini. Mungkinada yang
menikmati, tetapi sebagian besar ada yang takut dan bingung harusberbuat
apa. Bagi anda para wanita apakah akan selalu bahkan semakinmenyiksa
kami sampai kami tak mampu lagi memikirkan mana yang baik danmana yang
buruk. Kemudian terpaksa mengambil kesimpulan menikmati pemadanganyang
anda tayangkan?So, berjilbablah ... karena itu sungguh nyaman, tentram,
anggun, cantik,mempersona dan tentunya sejuk dimata.
Tips penghangat cinta
1. Mengungkapkan Cinta
Jangan takut mengatakan cinta, kadang kita merasa bahwa hal tersebut tidak penting dan gombal, kadang kita berdalih bahwa kata-kata cinta tidak penting untuk diucapkan secara verbal tapi cukup dibuktikan dengan perbuatan.
Tetapi coba kita tengok bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya ketika ada seseorang yang mengatakan kepada Rasul "Ya Nabiyullah, sesungguhnya aku sangat mencintai si fulan" sambil menunjuk kepada seorang lelaki yang sedang lewat dihadapannya. "Apakah kamu pernah mengatakan perasaanmu kepadanya ?" Tanya Rasul."Belum ya Rasul". Jawab sahabat. "Sekarang, katakanlahpadanya". Jadi mengatakan cinta itu bukan hal yang tabu, tapi sunnah hukumnya. Dan mulai sekarang, katakanlah cinta pada Pasangan tercinta.
"I love u, I love u, I love u " ahihihihiiii
Jangan takut mengatakan cinta, kadang kita merasa bahwa hal tersebut tidak penting dan gombal, kadang kita berdalih bahwa kata-kata cinta tidak penting untuk diucapkan secara verbal tapi cukup dibuktikan dengan perbuatan.
Tetapi coba kita tengok bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada para shahabatnya ketika ada seseorang yang mengatakan kepada Rasul "Ya Nabiyullah, sesungguhnya aku sangat mencintai si fulan" sambil menunjuk kepada seorang lelaki yang sedang lewat dihadapannya. "Apakah kamu pernah mengatakan perasaanmu kepadanya ?" Tanya Rasul."Belum ya Rasul". Jawab sahabat. "Sekarang, katakanlahpadanya". Jadi mengatakan cinta itu bukan hal yang tabu, tapi sunnah hukumnya. Dan mulai sekarang, katakanlah cinta pada Pasangan tercinta.
"I love u, I love u, I love u " ahihihihiiii
2. Efek Sentuhan
Berjabat tangan ketika bertemu, memeluk atau mencium, adalah kiat-kiat penghangat cinta, jangan sampai satu haripun anda tidak menyentuhnya.
Apakah hanya sekedar mencubit, menjewer mesra, dan sebagainya.
Menurut ahli psikologi, efek sentuhan dapat memberi kenyamanan, kesenangan dan ketentraman dan menciptakan rasa kedekatan antar individu.
3. Memberi Bantuan
Memberi bantuan kepadanya diminta atau tidak, ketika ia sibuk di kantor. Ketika ia sedang kuliah dll,
"Kamu bunga yang jadi tangkainya..... suit suiit!"
4. Siap Dengan Dukungan
Memberi dukungan harus dilakukan, terutama jika pasangan kita mengalami tekanan psikologis. Tetapi memberi dukungan juga harus proporsional, jangan sampai berlebihan. Ini yang perlu diperhatikan. Dukungan moril sangat dibutuhkan di saat-saat tertentu.Misalnya sakit sakit, jangan malah di takut-takutin
"Mi' tetangga diseberang sana sakitnya juga sama kayakumi. Sekarang dia udah pulang ke Rahmatulloh lho."
5. Jangan Pelit Dengan Pujian
Kalau ada salah satu dr pasangan kita yang pelit pujian, bisa dipastikan ia juga pelit dengan hartanya, kalau pujian yang gratis aja pelit, gimana dengan harta yang dicari dengan susah payah? ex: laki2 yang pemurah adalah lelaki yang senang memuji. Memuji yang baik tidak dilakukan di depan khalayak ramai, tetapi di saat berdua, misalnya memuji kecantikannya, santun perangaix, enak masakannya, dll.
6. Munculkan segala Kebaikan
"Jika cinta sudah melekat, tempe goreng terasa coklat" begitu pepatah mengatakan. Tanda cinta adalah kita senantiasa mengingat kebaikan-kebaik annya, jika ada permasalah yang membuat renggang hubungan. Segera ingat kebaikan yang pernah ia lakukan kepada kita.
7. Sisihkan waktu Untuk berdua
Kadang kesibukan membuat suatu pasangan jarang punya waktu untuk mereka berdua, maka perlu disiasatisupaya punya waktu untuk berbicara dari hati kehati, tanpa ada yang mengganggu. Just me and u.....cieee.
8. Membuat panggilan khusus
Panggil namanya dengan nama nama yang ia senangi misalnya "Sayang", "Humaira", "My Love" jangan sebut nama panggilan yang ia tidak senangi "sek,.. sini sek" (karena cewex idungx pesek). hihihi
9. Mendengarkan
Menjadi pendengar yang baik perlu kiat tersendiri, kadang kala ada
rasa emosi, saat pulang kerja, lelah atosuntuk. pasangan menyambut
dengan sms cerita-cerita horor dan teror. Yah sabar sedikit, usahakan
buat dia tersenyum. Dengarkan sampai ia selesai bicara. Setelah ia
selesai baru bilang "umi tadi certain apa sih ?" (gubraks).
10. Lazimkan Tiga kata ajaib :
- Tolong : jika meminta bantuan
- Terima kasih : jika selesai dibantu
- Maaf : jika membuat kesalahan
- Oke
Kekuatan Doa
Kami
tidak akan membahas mengenai etika berdoa, karena dalam setiap agama
tentunya sudah diajarkan mengenai tata cara dan etika berdoa, kami yakin
para pembaca sudah lebih memahaminya. Tujuan kami menulis jauh dari maksud menggurui,
semata hanya ingin berbagi pengalaman. Dengan kata lain, apa yang kami
sampaikan juga pernah kami lakukan dan rasakan. Tujuan kami menulis
adalah untuk berbagi kepada sesama, barangkali dapat memberi sedikit
manfaat untuk para pembaca yang budiman. Dengan menggunakan akal budi
dan hati nurani (nur/cahaya dalam hati) yang penuh keterbatasan kami
berusaha mencermati, mengevaluasi dan kemudian menarik benang merah,
berupa nilai-nilai (hikmah) dari setiap kejadian dan pengalaman dalam doa-doa kami.
Berkaitan
dengan Waktu dan tempat yang dianggap mustajab untuk berdoa, kiranya
setiap orang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang berbeda-beda. Kedua
faktor itu berpengaruh pula terhadap kemantapan hati dan tekad dalam
mengajukan permemohonan kepada Tuhan YME. Namun bagi saya pribadi semua
tempat dan waktu adalah baik untuk melakukan doa. Pun banyak juga orang
meyakini bahw doanya akan dikabulkan Tuhan, walaupun doanya bersifat
verbal atau sebatas ucapan lisan saja. Hal ini sebagai konsekuensi,
bahwa dalam berdoa hendaknya kita selalu berfikir positif (prasangka
baik) pada Tuhan. Kami tetap menghargai pendapat demikian.
SULITNYA MENILAI KESUKSESAN DOA
Banyak
orang merasa doanya tidak/belum terkabulkan. Tetapi banyak pula yang
merasa bahwa Tuhan telah mengabulkan doa-doa tetapi dalam kadar yang
masih minim, masih jauh dari target yang diharapkan. Itu hanya kata
perasaan, belum tentu akurat melihat kenyataan sesunggunya. Memang sulit
sekali mengukur prosentase antara doa yang dikabulkan dengan yang tidak
dikabulkan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor berikut ;
- Kita sering tidak mencermati, bahkan lupa, bahwa anugrah yang kita rasakan hari ini, minggu ini, bulan ini, adalah merupakan “jawaban” Tuhan atas doa yang kita panjatkan sepuluh atau dua puluh Tahun yang lalu. Apabila sempat terlintas fikiran atau kesadaran seperti itu, pun kita masih meragukan kebenarannya. Karena keragu-raguan yang ada di hati kita, akan memunculah asumsi bahwa hanya sedikit doa ku yang dikabulkan Tuhan.
- Doa yang kita pinta pada Tuhan Yang Mahatunggal tentu menurut ukuran kita adalah baik dan ideal, akan tetapi apa yang baik dan ideal menurut kita, belum tentu baik dalam perspektif Tuhan. Tanpa kita sadari bisa saja Tuhan mengganti permohonan dan harapan kita dalam bentuk yang lainnya, tentu saja yang paling baik untuk kita. Tuhan Sang Pengelola Waktu, mungkin akan mengabulkan doa kita pada waktu yang tepat pula. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran kita akan bahasa dan kehendak Tuhan (rumus/kodrat alam), membuat kita menyimpulkan bahwa doa ku tidak dikabulkan Tuhan.
- Prinsip kebaikan meliputi dua sifat atau dimensi, universal dan spesifik. Kebaikan universal, akan berlaku untuk semua orang atau makhluk. Kebaikan misalnya keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, dan ketentraman hidup. Sebaliknya, kebaikan yang bersifat spesifik artinya, baik bagi orang lain, belum tentu baik untuk diri kita sendiri. Atau, baik untuk diri kita belum tentu baik untuk orang lain. Kebaikan spesifik meliputi pula dimensi waktu, misalnya tidak baik untuk saat ini, tetapi baik untuk masa yang akan datang. Memang sulit sekali untuk memastikan semua itu. Tetapi paling tidak dalam berdoa, kemungkinan-kemungkinan yang bersifat positif tersebut perlu kita sadari dan terapkan dalam benak. Kita butuh kearifan sikap, kecermatan batin, kesabaran, dan ketabahan dalam berdoa. Jika tidak kita sadari kemungkinan-kemungkinan itu, pada gilirannya akan memunculkan karakter buruk dalam berdoa, yakni; sok tahu. Misalnya berdoa mohon berjodoh dengan si A, mohon diberi rejeki banyak, berdoa supaya rumah yang ditaksirnya dapat jatuh ke tangannya. Jujur saja, kita belum tentu benar dalam memilih doa dan berharap-harap akan sesuatu. Kebaikan spesifik yang kita harapkan belum tentu menjadi berkah buat kita. Maka kehendak Tuhan untuk melindungi dan menyelamatkan kita, justru dengan cara tidak mengabulkan doa kita. Akan tetapi, kita sering tidak mengerti bahasa Tuhan, lantas berburuk sangka, dan tergesa menyimpulkan bahwa doaku tidak dikabulkan Tuhan.
Tidak
gampang memahami apa “kehendak” Tuhan. Diperlukan kearifan sikap dan
ketajaman batin untuk memahaminya. Jangan pesimis dulu, sebab siapapun
yang mau mengasah ketajaman batin, ia akan memahami apa dan bagaimana
“bahasa” Tuhan. Dalam khasanah spiritual Jawa disebut “bisa nggayuh kawicaksanane Gusti”.
HAKEKAT DIBALIK KEKUATAN DOA
Agar
doa menjadi mustajab (tijab/makbul/kuat) dapat kita lakukan suatu kiat
tertentu. Penting untuk memahami bahwa doa sesungguhnya bukan saja
sekedar permohonan (verbal). Lebih dari itu, doa adalah usaha yang nyata netepi rumus/kodrat/hukum
Tuhan sebagaimana tanda-tandanya tampak pula pada gejala kosmos.
Permohonan kepada Tuhan dapat ditempuh dengan lisan. Tetapi PALING
PENTING adalah doa butuh penggabungan antara dimensi batiniah dan
lahiriah (laten dan manifesto) metafisik dan fisik. Doa akan menjadi
mustajab dan kuat bilamana doa kita berada pada aras hukum atau kodrat
Tuhan;
- Dalam berdoa seyogyanya menggabungkan 4 unsur dalam diri kita; meliputi; hati, pikiran, ucapan, tindakan. Dikatakan bahwa Tuhan berjanji akan mengabulkan setiap doa makhlukNya? tetapi mengapa orang sering merasa ada saja doa yang tidak terkabul ? Kita tidak perlu berprasangka buruk kepada Tuhan. Bila terjadi kegagalan dalam mewujudkan harapan, berarti ada yang salah dengan diri kita sendiri. Misalnya kita berdoa mohon kesehatan. Hati kita berniat agar jasmani-rohani selalu sehat. Doa juga diikrarkan terucap melalui lisan kita. Pikiran kita juga sudah memikirkan bagaimana caranya hidup yang sehat. Tetapi tindakan kita tidak sinkron, justru makan jerohan, makanan berkolesterol, dan makan secara berlebihan. Hal ini merupakan contoh doa yang tidak kompak dan tidak konsisten. Doa yang kuat dan mustajab harus konsisten dan kompak melibatkan empat unsur di atas. Yakni antara hati (niat), ucapan (statment), pikiran (planning), dan tindakan (action) jangan sampai terjadi kontradiktori. Sebab kekuatan doa yang paling ideal adalah doa yang diikuti dengan PERBUATAN (usaha) secara konkrit.
- Untuk hasil akhir, pasrahkan semuanya kepada “kehendak” Tuhan, tetapi ingat usaha mewujudkan doa merupakan tugas manusia. Berdoa harus dilakukan dengan kesadaran yang penuh, bahwa manusia bertugas mengoptimalkan prosedur dan usaha, soal hasil atau targetnya sesuai harapan atau tidak, biarkan itu menjadi kebijaksanaan dan kewenangan Tuhan. Dengan kata lain, tugas kita adalah berusaha maksimal, keputusan terakhir tetap ada di tangan Tuhan. Saat ini orang sering keliru mengkonsep doa. Asal sudah berdoa, lalu semuanya dipasrahkan kepada Tuhan. Bahkan cenderung berdoa hanya sebatas lisan saja. Selanjutnya doa dan harapan secara mutlak dipasrahkan pada Tuhan. Hal ini merupakan kesalahan besar dalam memahami doa karena terjebak oleh sikap fatalistis. Sikap fatalis menyebabkan kemalasan, perilaku tidak masuk akal dan mudah putus asa. Ujung-ujungnya Tuhan akan dikambinghitamkan, dengan menganggap bahwa kegagalan doanya memang sudah menjadi NASIB yang digariskan Tuhan. Lebih salah kaprah, bilamana dengan gegabah menganggap kegagalannya sebagai bentuk cobaan dari Tuhan (bagi orang yang beriman). Sebab kepasrahan itu artinya pasrah akan penentuan kualitas dan kuantitas hasil akhir. Yang namanya ikhtiar atau usaha tetap menjadi tugas dan tanggungjawab manusia.
- Berdoa jangan menuruti harapan dan keinginan diri sendiri, sebaliknya berdoa itu pada dasarnya menetapkan perilaku dan perbuatan kita ke dalam rumus (kodrat) Tuhan. Kesulitannya adalah mengetahui apakah doa atau harapan kita itu baik atau tidak untuk kita. Misalnya walaupun kita menganggap doa yang kita pintakan adalah baik. Namun kenyataannya kita juga tidak tahu persis, apakah kelak permintaan kita jika terlaksana akan membawa kebaikan atau sebaliknya membuat kita celaka.
- Berdoa secara spesifik dan detil dapat mengandung resiko. Misalnya doa agar supaya tender proyek jatuh ke tangan kita, atau berdoa agar kita terpilih menjadi Bupati. Padahal jika kita bener-bener menjadi Bupati tahun ini, di dalam struktur pemerintahan terdapat orang-orang berbahaya yang akan “menjebak” kita melakukan korupsi. Apa jadinya jika permohonan kita terwujud. Maka dalam berdoa sebaiknya menurut kehendak Tuhan, atau dalam terminologi Jawa “berdoa sesuai kodrat alam” atau hukum alamiah. Caranya, di dalam doa hanya memohon yang terbaik untuk diri kita. Sebagai contoh; ya Tuhan, andai saja proyek itu memberi kebaikan kepada diriku, keluargaku, dan orang-orang disekitarku, maka perkenankan proyek itu kepadaku, namun apabila tidak membawa berkah untuk ku, jauhkanlah. Dengan berdoa seperti itu, kita serahkan jalan cerita kehidupan ini kepada Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana.
- Doa yang ideal dan etis adalah doa yang tidak menyetir/mendikte Tuhan, doa yang tidak menuruti kemauan diri sendiri, doa yang pasrah kepada Sang Maha Pengatur. Niscaya Tuhan akan meletakkan diri kita pada rumus dan kodrat yang terbaik…untuk masing-masing orang ! Sayangnya, kita sering lupa bahwa doa kita adalah doa sok tahu, pasti baik buat kita, dan doa yang telah menyetir atau mendikte kehendak Tuhan. Dengan pola berdoa seperti ini, doa hanya akan menjadi nafsu belaka, yakni nuruti rahsaning karep.
DOA MERUPAKAN PROYEKSI PERBUATAN KITA,AMAL KEBAIKAN KITA PADA SESAMA MENJADI DOA TAK TERUCAP YANG MUSTAJAB.
Kalimat sederhana ini merupakan kata kunci memahami misteri kekuatan doa; doa adalah seumpama cermin !! Doa kita akan terkabul atau tidak tergantung
dari amal kebaikan yang pernah kita lakukan terhadap sesama. Dengan
kata lain terkabul atau gagalnya doa-doa kita merupakan cerminan akan
amal kebaikan yang pernah kita lakukan pada orang lain. Jika kita secara
sadar atau tidak sering mencelakai orang lain maka doa mohon
keselamatan akan sia-sia. Sebaliknya, orang yang selalu menolong dan
membantu sesama, kebaikannya sudah menjadi “doa” sepanjang waktu,
hidupnya selalu mendapat kemudahan dan mendapat keselamatan. Kita gemar
dan ikhlas mendermakan harta kita untuk membantu orang-orang yang memang
tepat untuk dibantu. Selanjutnya cermati apa yang akan terjadi pada
diri kita, rejeki seperti tidak ada habisnya! Semakin banyak beramal,
akan semakin banyak pula rejeki kita. Bahkan sebelum kita mengucap doa,
Tuhan sudah memenuhi apa-apa yang kita harapkan. Itulah
pertanda, bahwa perbuatan dan amal kebaikan kita pada sesama, akan
menjadi doa yang tak terucap, tetapi sungguh yang mustajab. Ibarat sakti tanpa kesaktian. Kita berbuat baik pada orang lain, sesungguhnya perbuatan itu seperti doa untuk kita sendiri.
Dalam tradisi spiritual Jawa terdapat suatu rumus misalnya :
1. Siapa gemar membantu dan menolong orang lain, maka ia akan selalu mendapatkan kemudahan.
2. Siapa yang memiliki sikap welas asih pada sesama, maka ia akan disayang sesama pula.
3. Siapa suka mencelakai sesama, maka hidupnya akan celaka.
4. Siapa suka meremehkan sesama maka ia akan diremehkan banyak orang.
5. Siapa gemar mencaci dan mengolok orang lain, maka ia akan menjadi orang hina.
6. Siapa yang gemar menyalahkan orang lain, sesungguhnya ialah orang lemah.
7. Siapa menanam “pohon” kebaikan maka ia akan menuai buah kebaikan itu.
Semua
itu merupakan contoh kecil, bahwa perbuatan yang kita lakukan merupakan
doa untuk kita sendiri. Doa ibarat cermin, yang akan menampakkan
gambaran asli atas apa yang kita lakukan. Sering kita saksikan
orang-orang yang memiliki kekuatan dalam berdoa, dan kekuatan itu
terletak pada konsistensi dalam perbuatannya. Selain itu, kekuatan doa
ada pada ketulusan kita sendiri. Sekali lagi ketulusan ini berkaitan
erat dengan sikap netral dalam doa, artinya kita tidak menyetir atau
mendikte Tuhan.
Berikut ini merupakan “rumus” agar supaya kita lebih cermat dalam mengevaluasi diri kita sendiri;
- Jangan pernah berharap-harap kita menerima (anugrah), apabila kita enggan dalam memberi.
- Jangan pernah berharap-harap akan selamat, apabila kita sering membuat orang lain celaka.
- Jangan pernah berharap-harap mendapat limpahan harta, apabila kita kurang peduli terhadap sesama.
- Jangan pernah berharap-harap mendapat keuntungan besar, apabila kita selalu menghitung untung rugi dalam bersedekah.
- Jangan pernah berharap-harap meraih hidup mulia, apabila kita gemar menghina sesama.
Lima
“rumus” di atas hanya sebagian contoh. Silahkan para pembaca yang
budiman mengidentifikasi sendiri rumus-rumus selanjutnya, yang tentunya
tiada terbatas jumlahnya.
Resume
Doa
akan memiliki kekuatan (mustajab), asalkan kita mampu memadukan empat
unsur di atas yakni : hati, ucapan, pikiran, dan perbuatan nyata. Dengan
syarat perbuatan kita tidak bertentangan dengan isi doa. Di lain sisi amal kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan menjadi doa mustajab sepanjang waktu, hanya jika, kita melakukannya dengan ketulusan. Setingkat dengan ketulusan kita di pagi hari saat “membuang ampas makanan” tak berarti.
JIKA INGIN DIBERI, MEMBERILAH TERLEBIH DAHULU !
Dahulu saya pernah mengalami kebanyakan asa,
lalu giat sekali berdoa bermacam-macam hal. Siang-malam berdoa isinya
permohonan apa saja yang diinginkan. Waktu berdoa pun hanya pada waktu tertentu yang dianggap tijab. Tetapi saya
masih merasakan kehampaan dalam hidup. Bahkan dirasakan realitas yang
terjadi justru semakin menjauh dari harapan seperti yang terucap dalam
setiap doa. Lama-kelamaan muncul kesadaran ada yang tidak beres dalam
prinsip pemahaman saya ini.
Kesadaran
diri muncul lagi manakala merasa sangat kurang dalam melakukan amal
kebaikan terhadap sesama. Kami berfikir, betapa buruknya tabiat ini,
yang selalu banyak meminta-minta, tetapi sedikit “memberi”. Coba
mengingat apa saja kebaikan yang pernah kami lakukan pada sesama,
Parah…sepertinya kok nggak ada… atau kami yang sudah lupa. Namun yang
teringat justru keburukan dan kesalahan yang pernah kami lakukan pada
teman, keluarga, orang tua, dan pada orang lain. Kami menjadi resah
sendiri, merasa dalam kehidupan ini kami tidak bermanfaat samasekali
untuk orang banyak, sementara kami nggak tahu malu dengan selalu
meminta-minta terus Hyang Widhi. Egois, maunya enaknya sendiri.
Berharap-harap memperoleh pemenuhan hak-hak sebagai manusia ciptaan
Tuhan, tetapi enggan memenuhi kewajiban untuk beramal baik pada sesama.
Hingga
pada suatu saat kami mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berarti,
paling tidak menurut diri kami sendiri. Sejak itu, terjadilah perubahan
paradigma dalam memandang dan memahami rumus Tuhan. Doa (harapan) adalah
perbuatan konkrit. Sejak saat itu, dengan sekuat tenaga setiap saat ada
kesempatan kami melakukan sesuatu yang kira-kira ada manfaat untuk
orang lain. Dimulai dari hal-hal sepele, sampai yang tidak sepele. Dasar
pemikiran kami adalah kesadaran sebagai makhluk Tuhan yang telah
menerima sekian puluh atau ratus anugrah dalam setiap detiknya. Namun
kenyataannya manusia tiada rasa “malu” setiap saat selalu meminta pada
Tuhan. Lantas kapan bersukurnya ? Jika berdoa memohon sesuatu, kami
lebih banyak melakukannya untuk mendoakan teman, kerabat, keluarga.
Sedangkan untuk diri sendiri, tiada yang pantas dilakukan selain lebih
banyak mensyukuri nikmat dan anugrah Tuhan.
Banyak mengucapkan syukur di bibir saja tidak cukup. Kami harus lebih pandai mensyukuri nikmat dan anugrah Tuhan. Rasa bersyukur serta doa-doa melebur dan
mewujud ke dalam satu perbuatan. Rasa sukur termanifestasikan kedalam
perbuatan yang bermanfaat untuk banyak orang. Demikian pula cara berdoa
tidak sekedar terucap melalui mulut, namun lebih penting adalah mewujud
dalam perbuatan nyata.
Cara kami berdoa seperti itu mungkin terasa “aneh dan nyleneh”
bagi beliau-beliau yang telah berilmu tinggi dan menguasai ajaran agama
secara teksbook. Akan tetapi prinsip dan cara-cara itulah yang kami
pribadi rasa paling pas. Maklum saya ini orang bodoh yang masih belajar
ke sana-kemari. Tetapi paling tidak, kami secara pribadi telah
membuktikan manfaat dan hasilnya. Mohon
maaf apabila banyak kata dan ucapan yang kurang berkenan, saya
menyadari sebagai orang yang masih bodoh banyak kekurangan, tetapi
memaksa diri untuk menulis.
TAZKIYATUN NAFS
Tazkiyah, secara bahasa (harfiah) berarti Tathahhur,
maksudnya bersuci. Seperti yang terkandung dalam kata zakat, yang
memiliki makna mengeluarkan sedekah berupa harta yang berarti tazkiyah
(penyucian). Karena dengan mengeluarkan zakat, seseorang berarti telah
menyucikan hartanya dari hak Allah yang wajib ia tunaikan.
Salah
satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam
adalah untuk membimbing umat manusia dalam rangka membentuk jiwa yang
suci. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dialah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka
dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata". (Al-Jumu'ah: 2).
Dengan
demikian, seseorang yang mengharapkan keridhaan Allah dan kebahagiaan
abadi di hari akhir hendaknya benar-benar memberi perhatian khusus pada
tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Ia harus berupaya agar jiwanya
senantiasa berada dalam kondisi suci. Kedatangan Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam ke dunia ini tak lain adalah untuk
menyucikan jiwa manusia. Ini sangat terlihat jelas pada jiwa para
sahabat antara sebelum memeluk Islam dan sesudahnya. Sebelum mengenal
Al-Islam jiwa mereka dalam keadaan kotor oleh debu-debu syirik, ashabiyah (fanatisme suku), dendam, iri, dengki dan sebagainya. Namun begitu telah disibghah
(diwarnai) oleh syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW, mereka
menjadi bersih, bertauhid, ikhlas, sabar, ridha, zuhud dan sebagainya.
Keberuntungan dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia men-tazkiyah
dirinya. Barangsiapa tekun membersihkan jiwanya maka sukseslah
hidupnya. Sebaliknya yang mengotori jiwanya akan senantiasa merugi,
gagal dalam hidup. Hal itu diperkuat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan sumpahNya sebanyak sebelas kali berturut-turut, padahal dalam
Al-Qur'an tidak dijumpai keterangan yang memuat sumpah Allah sebanyak
itu secara berurutan. Marilah kita perhatikan firman Allah sebagai
berikut:
"Demi
matahari dan cahayanya di pagi hari, dan demi bulan apabila
mengiringinya, dan malam bila menutupinya, dan langit serta
pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta
penciptaannya (yang sempurna), maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sungguh beruntunglah orang yang
menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori
jiwanya".(Asy-Syams: 1-10).
Dalam
ayat yang lain juga disebutkan bahwa nantinya harta dan anak-anak
tidak bermanfaat di akhirat. Tetapi yang bisa memberi manfaat adalah
orang yang menghadap Allah dengan Qalbun Salim , yaitu hati yang bersih dan suci.
Firman Allah:
"yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (Asy-Syu'araa':88-89).
Hakekat Tazkiyatun Nafs
Secara umum aktivitas tazkiyatun nafs mengarah pada dua kecenderungan, yaitu
- Membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, membuang seluruh penyakit hati.
- Menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji.
Kedua
hal itu harus berjalan seiring, tidak boleh hanya dikerjakan satu
bagian kemudian meninggalkan bagian yang lain. Jiwa yang cuma
dibersihkan dari sifat tercela saja, tanpa dibarengi dengan menghiasi
dengan sifat-sifat kebaikan menjadi kurang lengkap dan tidak sempurna.
Sebaliknya, sekedar menghiasi jiwa dengan sifat terpuji tanpa menumpas
penyakit-penyakit hati, juga akan sangat ironis. Tidak wajar. Ibaratnya
seperti sepasang pengantin, sebelum berhias dengan beragam hiasan,
mereka harus mandi terlebih dahulu agar badannya bersih. Sangat buruk
andaikata belum mandi (membersihkan kotoran-kotoran di badan) lantas
begitu saja dirias. Hasilnya tentu sebuah pemandangan yang mungkin saja
indah tetapi bila orang mendekat akan tercium bau tak sedap.
Wasilah Tazkiyatun Nafs
Wasilah (sarana) untuk men-tazkiyah jiwa tidak boleh keluar dari patokan-patokan syar'i yang telah ditetapkan Allah dan rasulNya. Seluruh wasilah tazkiyatun nafs adalah
beragam ibadah dan amal-amal shalih yang telah disyariatkan di dalam
Al-Qur'an dan Sunnah. Kita dilarang membuat wasilah-wasilah baru dalam
menyucikan jiwa ini yang me-nyimpang dari arahan kedua sumber hukum
Islam tersebut. Misalnya seperti yang dilakukan oleh beberapa penganut
kejawen, dimana dalam membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs) mereka mela-kukan puasa pati geni (puasa terus menerus sehari semalam/wishal)
sambil membaca sejumlah mantra. Ada lagi yang mensyariatkan mandi di
tengah malam atau berendam di sungai selama beberapa waktu yang
ditentukan. Cara-cara bid'ah semacam ini jelas tidak bisa dibenarkan
dalam Islam.
Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas tazkiyatun nafs
dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah
seperti shalat, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah
aspek-aspek tazkiyah.
Shalat
misalnya, bila dikerjakan secara khusyu', ikhlas dan sesuai dengan
syariat, niscaya akan menjadi pembersih jiwa, sebagaimana sabda
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berikut:
Abu Hurairah radhiyallaahu anhu berkata: Saya telah mendengar Rasulullah n bersabda: "Bagaimanakah
pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada
sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah
masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: "Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa". (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs.
Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan
khusyu', jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah
perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara
demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan
shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih
banyak lagi.
Demikian pula masalah shaum (puasa). Hakekat puasa yang paling dalam berada pada aspek tazkiyah. Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam:
"Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum". (HR Al-Bukhari, Ahmad dan lainnya).
Dalam hadits yang lain disebutkan:
"Adakalanya orang berpuasa, bagian dari puasanya (hanya) lapar dan dahaga". (HR Ahmad).
Ini menunjukkan betapa soal-soal tazkiyatun nafs benar-benar
mewarnai dalam ibadah puasa, sehingga tanpa membuat-buat syariat baru
sesungguhnya apa yang datang dari syariat Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam bila diresapi secara mendalam benar-benar telah mencukupi.
Hal
yang sama dijumpai pada ibadah qurban. Esensi utama qurban adalah
ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berarti soal pembersihan
jiwa dan bukan terbatas pada daging dan darah qurban.
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Daging-daging
dan darahnya itu, sekali-kali tidak dapat mencapai derajat (keridhaan)
Allah, tetapi keaqwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya".(Al-Hajj: 37).
Kalau
diteliti lagi masih banyak sekali ibadah dalam syariat Islam yang
muara akhirnya adalah pembersihan jiwa. Dengan mengikuti apa yang
diajarkan syariat, niscaya seorang muslim telah mendapatkan tazkiyatun nafs.
Contohnya adalah para sahabat Rasulullah n. Mereka adalah generasi
yang paling dekat dengan zaman kenabian dan masih bersih pemahaman
agamanya, karenanya mereka memiliki jiwa-jiwa yang suci lantaran ber-ittiba' pada sunnah Rasul dan tanpa menciptakan cara-cara bid'ah dalam tazkiyatun nafs. Mereka mendapatkan kesucian jiwa tanpa harus menjadi seorang sufi yang hidup dengan syariat yang aneh-aneh dan njlimet (rumit).
Bagi seorang muslim, ia harus berupaya menggapai masalah tazkiyatun nafs
dari serangkaian ibadah yang dikerjakannya. Artinya, ibadah yang
dilakukan jangan hanya menjadi gerak-gerak fisik yang kosong dari ruh
keimanan dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebaliknya, ibadah apapun yang kita kerjakan hendaknya juga bernuansa
pembersihan jiwa. Dengan cara seperti inilah, insya Allah kita bisa
mencapai keberuntungan.
Wallahu' a'lam bis shawab. (Abu Abdul Haq).
Maraji': Tazkiyatun nufuus wa Tarbiyatuha Kama Yuqorriruhu 'Ulama'us Salaf (Dr. Ahmad Faried). Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi. Risalah Ramadhan , Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah.
Janji
Janji
memang ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Betapa banyak
orangtua yang mudah mengobral janji kepada anaknya tapi tak pernah
menunaikannya. Betapa banyak orang yang dengan entengnya berjanji untuk
bertemu namun tak pernah menepatinya. Dan betapa banyak pula orang yang
berhutang namun menyelisihi janjinya. Bahkan meminta udzur pun tidak.
Padahal, Rasulullah telah banyak memberikan teladan dalam hal ini
termasuk larangan keras menciderai janji dengan orang-orang kafir.
Manusia
dalam hidup ini pasti ada keterikatan dan pergaulan dengan orang lain.
Maka setiap kali seorang itu mulia dalam hubungannya dengan manusia dan
terpercaya dalam pergaulannya bersama mereka, maka akan menjadi tinggi
kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Sementara
seseorang tidak akan bisa meraih predikat orang yang baik dan mulia
pergaulannya, kecuali jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak
yang terpuji. Dan di antara akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati
janji.
Sungguh
Al-Qur`an telah memerhatikan permasalahan janji ini dan memberi
dorongan serta memerintahkan untuk menepatinya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلاَ تَنْقُضُوا اْلأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا …
“Dan
tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya….” (An-Nahl: 91)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُوْلاً
“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra`: 34)
Demikianlah
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
untuk senantiasa menjaga, memelihara, dan melaksanakan janjinya. Hal ini
mencakup janji seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, janji
hamba dengan hamba, dan janji atas dirinya sendiri seperti nadzar. Masuk
pula dalam hal ini apa yang telah dijadikan sebagai persyaratan dalam
akad pernikahan, akad jual beli, perdamaian, gencatan senjata, dan
semisalnya.
Para Rasul Menepati Janji
Seperti
yang telah dijelaskan bahwa menepati janji merupakan akhlak terpuji
yang terdepan. Maka tidak heran jika para rasul yang merupakan panutan
umat dan penyampai risalah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada manusia,
menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia ini. Inilah Ibrahim
‘alaihissalam, bapak para nabi dan imam ahlut tauhid. Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah menyifatinya sebagai orang yang menepati janji. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِبْرَاهِيْمَ الَّذِي وَفَّى
“Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.” (An-Najm: 37)
Maksudnya
bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam telah melaksanakan seluruh apa yang
Allah Subhanahu wa Ta’ala ujikan dan perintahkan kepadanya dari syariat,
pokok-pokok agama, serta cabang-cabangnya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang Nabi Ismail ‘alaihissalam:
إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ
“Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya” (Maryam: 54)
Yakni
tidaklah ia menjanjikan sesuatu kecuali dia tepati. Hal ini mencakup
janji yang ia ikrarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maupun kepada
manusia. Oleh karena itu, tatkala ia berjanji atas dirinya untuk sabar
disembelih oleh bapaknya –karena perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala– ia
pun menepatinya dengan menyerahkan dirinya kepada perintah Allah
Subhanahu wa Ta’ala. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 822 dan 496)
Adapun
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau memperoleh bagian
yang besar dalam permasalahan ini. Sebelum diutus oleh Allah, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dijuluki sebagai seorang yang jujur
lagi terpercaya. Maka tatkala beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
diangkat menjadi rasul, tidaklah perangai yang mulia ini kecuali semakin
sempurna pada dirinya. Sehingga orang-orang kafir pun mengaguminya,
terlebih mereka yang mengikuti dan beriman kepadanya.
Adalah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun keenam Hijriah berangkat
dari Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan umrah beserta para
shahabatnya. Waktu itu Makkah masih dikuasai musyrikin Quraisy. Ketika
sampai di Al-Hudaibiyah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum
muslimin dihadang oleh kaum musyrikin. Terjadilah di sana perundingan
antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum musyrikin.
Disepakatilah butir-butir perjanjian yang di antaranya adalah gencatan
senjata selama sepuluh tahun, tidak boleh saling menyerang, bahwa kaum
muslimin tidak boleh umrah tahun ini tetapi tahun depan –di mana ini
dirasakan sangat berat oleh kaum muslimin karena mereka harus
membatalkan umrahnya–, dan kalau ada orang Makkah masuk Islam lantas
pergi ke Madinah, maka dari pihak muslimin harus memulangkannya ke
Makkah.
Bertepatan
dengan akan ditandatanganinya perjanjian tersebut, anak Suhail –juru
runding orang Quraisy– masuk Islam dan ingin ikut bersama shahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah. Suhail pun mengatakan kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa jika anaknya tidak dipulangkan
kembali, dia tidak akan menandatangani kesepakatan. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya menandatangani perjanjian
tersebut dan menepati janjinya. Anak Suhail dikembalikan, dan muslimin
harus membatalkan umrahnya. Namun di balik peristiwa itu justru kebaikan
bagi kaum muslimin, di mana dakwah tersebar dan ada nafas untuk
menyusun kembali kekuatan. Namun belumlah lama perjanjian itu berjalan,
orang-orang kafir lah yang justru mengkhianatinya. Akibat pengkhianatan
tersebut, mereka harus menghadapi pasukan kaum muslimin pada peristiwa
pembukaan kota Makkah (Fathu Makkah) sehingga mereka bertekuk lutut dan
menyerah kepada kaum muslimin. Dengan demikian, jatuhlah markas komando
musyrikin ke tangan kaum muslimin. Manusia pun masuk Islam dengan
berbondong-bondong. Demikianlah di antara buah menepati janji: datangnya
pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Zadul
Ma’ad, 3/262)
Para Salaf dalam Menepati Janji
Dahulu
ada seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bernama Anas
bin An-Nadhr radhiyallahu ‘anhu. Dia amat menyesal karena tidak ikut
perang Badr bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia
berjanji jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan kepadanya medan
pertempuran bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya
Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melihat pengorbanan yang dilakukannya.
Ketika
berkobar perang Uhud, dia berangkat bersama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dalam perang ini kaum muslimin terpukul mundur dan
sebagian lari dari medan pertempuran. Di sinilah terbukti janji Anas.
Dia terus maju menerobos barisan musuh sehingga terbunuh. Ketika perang
telah usai dan kaum muslimin mencari para syuhada Uhud, didapati pada
tubuh Anas bin An-Nadhr ada 80 lebih tusukan pedang, tombak, dan panah,
sehingga tidak ada yang bisa mengenalinya kecuali saudarinya. Lalu
turunlah ayat Al-Qur`an:
مِنَ
الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا
بَدَّلُوا تَبْدِيْلاً
“Di
antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang
gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka
sedikitpun tidak mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab: 23) [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Ahzab, 3/484 dan Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 3200]
Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu
kami –berjumlah– tujuh atau delapan atau sembilan orang di sisi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau bersabda: “Tidakkah kalian
berbai’at kepada Rasulullah?” Maka kami bentangkan tangan kami. Lantas
ada yang berkata: “Kami telah berbaiat kepadamu wahai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu atas apa kami membaiat anda?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ
تَعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَتُقِيْمُوا
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ وَتَسْمَعُوا وَتُطِيْعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً
خَفِيَّةً – وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا
“Kalian
menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya sedikitpun, kalian
menegakkan shalat lima waktu, mendengar dan taat (kepada penguasa) –dan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan kalimat yang samar– (lalu
berkata), dan kalian tidak meminta sesuatu pun kepada manusia.”
‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sungguh aku melihat cambuk sebagian orang-orang itu jatuh namun mereka tidak meminta kepada seorang pun untuk mengambilkannya.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2334)
Seperti
itulah besarnya permasalahan menepati janji di mata generasi terbaik
umat ini. Karena mereka yakin bahwa janji itu akan dimintai
pertanggungjawabannya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tiada
kalimat yang terucap kecuali di sisinya ada malaikat pencatat. Intinya,
keimanan yang benar itulah yang akan mewariskan segala tingkah laku dan
perangai terpuji.
Hal
ini sangat berbeda dengan orang yang hanya bisa memberi janji-janji
manis yang tidak pernah ada kenyataannya. Tidakkah mereka takut kepada
adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala karena ingkar janji? Tidakkah mereka
tahu bahwa ingkar janji adalah akhlak Iblis dan para munafikin? Ya.
Seruan ini mungkin bisa didengar, tetapi bagaimana bisa mendengar orang
yang telah mati hatinya dan dikuasai oleh setannya.
Iblis Menebar Janji Manis
Semenjak
Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Adam ‘alaihissalam dan
memuliakannya di hadapan para malaikat, muncullah kedengkian dan
menyalalah api permusuhan pada diri Iblis. Terlebih lagi ketika Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengutuknya dan mengusirnya dari surga. Iblis
berikrar akan menyesatkan manusia dengan mendatangi mereka dari berbagai
arah sehingga dia mendapat teman yang banyak di neraka nanti. Berbagai
cara licik dilakukan oleh Iblis. Di antaranya dengan membisikkan pada
hati manusia janji-janji palsu dan angan-angan yang hampa.
Pada
waktu perang Badr, Iblis datang bersama para setan pasukannya dengan
membawa bendera. Ia menjelma seperti seorang lelaki dari Bani Mudlaj
dalam bentuk seseorang yang bernama Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Ia
berkata kepada kaum musyrikin: “Tidak ada seorang manusia pun yang
bisa menang atas kalian pada hari ini. Dan aku ini sesungguhnya
pelindung kalian.” Tatkala dua pasukan siap bertempur, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam debu lalu
menaburkannya pada wajah pasukan musyrikin sehingga mereka lari ke
belakang. Kemudian malaikat Jibril mendatangi Iblis. Ketika Iblis
melihat Jibril dan waktu itu tangannya ada pada genggaman seorang
lelaki, ia berusaha melepaskannya kemudian lari terbirit-birit beserta
pasukannya. Lelaki tadi berkata: “Wahai Suraqah, bukankah kamu telah menyatakan pembelaan terhadap kami?” Iblis berkata: “Aku melihat apa yang tidak kamu lihat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/330 dan Ar-Rahiq Al-Makhtum hal. 304)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِذْ
زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ
الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ
الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيْءٌ مِنْكُمْ
إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَاللهُ شَدِيْدُ
الْعِقَابِ
“Dan
ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan
mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusia pun yang bisa menang atas kalian
pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.’ Maka
tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling melihat (berhadapan), setan
itu berbalik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya aku berlepas
diri dari kalian; sesungguhnya aku melihat apa yang kalian tidak
melihatnya; sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras
siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48)
Tanda-tanda Kemunafikan
Menepati
janji adalah bagian dari iman. Barangsiapa yang tidak menjaga
perjanjiannya maka tidak ada agama baginya. Maka seperti itu pula ingkar
janji, termasuk tanda kemunafikan dan bukti atas adanya makar yang
jelek serta rusaknya hati.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda munafik ada tiga; apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Muslim, Kitabul Iman, Bab Khishalul Munafiq no. 107 dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Seorang
mukmin tampil beda dengan munafik. Apabila dia berbicara, jujur
ucapannya. Bila telah berjanji ia menepatinya, dan jika dipercaya untuk
menjaga ucapan, harta, dan hak, maka ia menjaganya. Sesungguhnya
menepati janji adalah barometer yang dengannya diketahui orang yang baik
dari yang jelek, dan orang yang mulia dari yang rendahan. (Lihat
Khuthab Mukhtarah, hal. 382-383)
Menjaga Ikatan Perjanjian Walaupun Terhadap Orang Kafir
Orang
yang membaca sirah (sejarah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
generasi Salafush Shalih akan mendapati bahwa menepati janji dan ikatan
perjanjian tidak terbatas hanya sesama kaum muslimin. Bahkan terhadap
lawan pun demikian. Sekian banyak perjanjian yang telah diikat antara
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang kafir dari Ahlul
Kitab dan musyrikin, tetap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam jaga,
sampai mereka sendiri yang memutus tali perjanjian itu. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
إِلاَّ
الَّذِيْنَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوْكُمْ
شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ
عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ
“Kecuali
orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan
mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu
dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka
terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 4)
Dahulu
antara Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma ada ikatan
perjanjian (gencatan senjata) dengan bangsa Romawi. Suatu waktu
Mu’awiyah bermaksud menyerang mereka di mana dia tergesa-gesa satu bulan
(sebelum habis masa perjanjiannya). Tiba-tiba datang seorang lelaki
mengendarai kudanya dari negeri Romawi seraya mengatakan: “Tepatilah janji dan jangan berkhianat!”
Ternyata dia adalah seorang shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang bernama ‘Amr bin ‘Absah. Mu’awiyah lalu memanggilnya. Maka ‘Amr
berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda (yang artinya): “Barangsiapa antara ia dengan suatu kaum ada
perjanjian maka tidak halal baginya untuk melepas ikatannya sampai
berlalu masanya atau mengembalikan perjanjian itu kepada mereka dengan
cara yang jujur.” Akhirnya Mu’awiyah menarik diri beserta
pasukannya. (Lihat Syu’abul Iman no. 4049-4050 dan Ash-Shahihah 5/472
hadits no. 2357)
Kalau
hal itu bisa dilakukan terhadap kaum musyrikin, tentu lebih-lebih lagi
terhadap kaum muslimin, kecuali perjanjian yang maksiat, maka tidak
boleh dilaksanakan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالْمُسْلِمُوْنَ عَلىَ شُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
“Dan
kaum muslimin (harus menjaga) atas persyaratan/perjanjian mereka,
kecuali persyaratan yang mengharamkan yang dihalalkan atau menghalalkan
yang haram.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1352, lihat Irwa`ul Ghalil no. 1303)
Menunaikan Nadzar dan Membayar Hutang
Di
antara bentuk menunaikan janji adalah membayar hutang apabila jatuh
temponya dan tiba waktu yang telah ditentukan. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَهَا يُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللهُ
“Barangsiapa
yang mengambil harta manusia dalam keadaan ingin menunaikannya niscaya
Allah akan (memudahkan untuk) menunaikannya. Dan barangsiapa
mengambilnya dalam keadaan ingin merusaknya, niscaya Allah akan
melenyapkannya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, lihat Faidhul Qadir, 6/54)
Adapun menunaikan nadzar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيْرًا
“Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana.” (Al-Insan: 7)
Janji yang Paling Berhak Untuk Dipenuhi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوَفُّوا بِهَا مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ
“Syarat/janji yang paling berhak untuk ditepati adalah syarat yang kalian halalkan dengannya kemaluan.” (HR. Al-Bukhari no. 2721)
Yakni
syarat/janji yang paling berhak untuk dipenuhi adalah yang berkaitan
dengan akad nikah seperti mahar dan sesuatu yang tidak melanggar aturan
agama. Jika persyaratan tadi bertentangan dengan syariat maka tidak
boleh dilakukan, seperti seorang wanita yang mau dinikahi dengan syarat
ia (laki-lakinya) menceraikan isterinya terlebih dahulu. (Lihat Fathul
Bari, 9/218)
Larangan Ingkar Janji terhadap Anak Kecil
Sikap
mengingkari janji terhadap siapapun tidak dibenarkan agama Islam,
meskipun terhadap anak kecil. Jika ini yang terjadi, disadari atau
tidak, kita telah mengajarkan kejelekan dan menanamkan pada diri mereka
perangai yang tercela.
Al-Imam
Abu Dawud rahimahullahu telah meriwayatkan hadits dari shahabat
Abdullah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: “Pada suatu hari
ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di tengah-tengah
kami, (tiba-tiba) ibuku memanggilku dengan mengatakan: ‘Hai kemari,
aku akan beri kamu sesuatu!’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan kepada ibuku: ‘Apa yang akan kamu berikan kepadanya?’ Ibuku
menjawab: ‘Kurma.’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تُعْطِهِ شَيْئًا كُتِبَتْ عَلَيْكِ كِذْبَةٌ
“Ketahuilah, seandainya kamu tidak memberinya sesuatu maka ditulis bagimu kedustaan.” (HR. Abu Dawud bab At-Tasydid fil Kadzib no. 498, lihat Ash-Shahihah no. 748)
Di
dalam hadits ini ada faedah bahwa apa yang biasa diucapkan oleh manusia
untuk anak-anak kecil ketika menangis seperti kalimat janji yang tidak
ditepati atau menakut-nakuti dengan sesuatu yang tidak ada adalah
diharamkan. (‘Aunul Ma’bud, 13/ 229)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
لاَ يَصْلُحُ الْكَذِبُ فِي جِدٍّ وَلاَ هَزْلٍ، وَلاَ أَنْ يَعِدَ أَحَدُكُمْ وَلَدَهُ شَيْئًا ثُمَّ لاَ يُنْجِزُ لَهُ
“Kedustaan
tidak dibolehkan baik serius atau main-main, dan tidak boleh salah
seorang kalian menjanjikan anaknya dengan sesuatu lalu tidak menepatinya.” (Shahih Al-Adabul Mufrad no. 300)
Larangan Menunaikan Janji Yang Maksiat
Menunaikan
janji ada pada perkara yang baik dan maslahat, serta sesuatu yang
sifatnya mubah/boleh menurut syariat. Adapun jika seorang memberikan
janji dengan suatu kemaksiatan atau kemudaratan, atau mengikat
perjanjian yang mengandung bentuk kejelekan dan permusuhan, maka
menepati janji pada perkara-perkara ini bukanlah sifat orang-orang yang
beriman, dan wajib untuk tidak menunaikannya. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
لاَ وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ
“Tidak boleh menepati nadzar dalam maksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, lihat Shahihul Jami’ no. 7574)
Surga Firdaus bagi yang Menepati Janji
Tidak
akan masuk surga kecuali jiwa yang beriman lagi bersih. Dan surga
bertingkat-tingkat keutamaannya, sedangkan yang tertinggi adalah
Firdaus. Darinya memancar sungai-sungai yang ada dalam surga dan di
atasnya adalah ‘Arsy Ar-Rahman. Tempat kemuliaan yang besar ini
diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang baik, di
antaranya adalah menepati janji. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُوْنَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun: 8)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Jagalah
enam perkara dari kalian niscaya aku jamin bagi kalian surga; jujurlah
bila berbicara, tepatilah jika berjanji, tunaikanlah apabila kalian
diberi amanah, jagalah kemaluan, tundukkanlah pandangan dan tahanlah
tangan-tangan kalian (dari sesuatu yang dilarang).” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Ash-Shahihah no. 1470)
Ingkar Janji Mendatangkan Kutukan dan Menjerumuskan ke dalam Siksa
Siapapun
orangnya yang masih sehat fitrahnya tidak akan suka kepada orang yang
ingkar janji. Karenanya, dia akan dijauhi di tengah-tengah masyarakat
dan tidak ada nilainya di mata mereka.
Namun
anehnya ternyata masih banyak orang yang jika berjanji hanya sekedar
igauan belaka. Dia tidak peduli dengan kehinaan yang disandangnya,
karena orang yang punya mental suka dengan kerendahan tidak akan risih
dengan kotoran yang menyelimuti dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
إِنَّ
شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللهِ الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَهُمْ لاَ
يُؤْمِنُوْنَ. الَّذِيْنَ عَاهَدْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ يَنْقُضُوْنَ
عَهْدَهُمْ فِي كُلِّ مَرَّةٍ وَهُمْ لاَ يَتَّقُوْنَ
“Sesungguhnya
binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang
kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kamu
telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati
janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).” (Al-Anfal: 55-56)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لِكُلِّ غَادِرٍ لِوَاءٌ عِنْدَ إِسْتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Bagi setiap pengkhianat (akan ditancapkan) bendera pada pantatnya di hari kiamat.” (HR. Muslim bab Tahrimul Ghadr no. 1738 dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)
Khatimah
Demikianlah
indahnya wajah Islam yang menjunjung tinggi etika dan adab pergaulan.
Ini sangat berbeda dengan apa yang disaksikan oleh dunia saat ini berupa
kecongkakan Yahudi, Nasrani, dan musyrikin serta pengkhianatan mereka
terhadap kaum muslimin.
Saat
menapaki sejarah, kita bisa menyaksikan, para pengkhianat perjanjian
akan berakhir dengan kemalangan. Tentunya tidak lupa dari ingatan kita
tentang nasib tiga kelompok Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizhah, Bani
An-Nadhir, dan Bani Qainuqa’ yang berkhianat setelah mengikat tali
perjanjian dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berujung
dengan kehinaan. Di antara mereka ada yang dibunuh, diusir, dan
ditawan.
Mungkin
watak tercela itu sangat melekat pada diri mereka karena tidak adanya
keimanan yang benar. Tetapi bagi orang-orang yang mendambakan
kebahagiaan hakiki dan ditolong atas musuh-musuhnya, mereka menjadikan
etika yang mulia sebagai salah satu modal dari sekian modal demi
tegaknya kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terwujudnya harapan.
Yakinlah, Islam akan senantiasa tinggi, dan tiada yang lebih tinggi
darinya. Wallahu a’lam.
Langganan:
Postingan (Atom)