AKHLAK TERHADAP ORANG TUA

Salah satu ajaran paling penting setelah ajaran Tauhid adalah berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan, menurut pendapat banyak ulama, ajaran berbakti kepada kedua orang tua ini menempati urutan kedua setelah ajaran menyembah kepada Allah S.w.t. Dalam Al-Qur’an disebutkan:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (Q, s. al-Isra’ / 17:23)

Ada tiga kelompok yang disebut orang tua dalam ajaran Islam. Pertama, الأب الذي ولدك : bapak-ibu yang melahirkan, yaitu bapak-ibu kandung. Kedua, الأب الذي زوجك“ : bapak-ibu yang mengawinkan, yaitu bapak-ibu mertua. Ketiga, “الأب الذي علمك“ : bapak-ibu yang mengajarkan, yaitu bapak-ibu guru. Ketiga kelompok inilah yang diwajibkan atas kita untuk menghormati dan berbuat baik kepadanya.
Menghormati mertua dan guru harus sama seperti menghormati kedua orang tua sendiri. Sebab mertua adalah bapak-ibu kandung dari istri atau suami kita. Ketika seseorang menikah, maka ia telah menikah dengan anak dari seorang ayah dan ibu, dan bukan –maaf-- anak hewan. Bagi seorang suami, misalnya, keduanya bersifat mertua, tetapi bagi istrinya keduanya adalah orang tua kandung. Demikian pula sebaliknya. Ketika seseorang menginjak dewasa, bapak-ibu gurulah yang mengajarkannya tentang banyak hal hingga ia menjadi mengerti tentang banyak hal dalam kehidupan ini.
Maka, kewajiban menghormati orang tua dalam Islam merupakan salah satu ajaran yang sangat penting dan prinsip. Ketika Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, maka perintah ini sebetulnya sangat bisa dipahami. Cobalah bayangkan, bagaimana repotnya ibu ketika mengandung selama kurang lebih 9 bulan. Kerepotan ibu, juga bapak, semakin bertambah ketika kita terlahir ke dunia, mulai dari merawat, memelihara, dan memberinya makan dan minum dengan penuh kasih sayang. Bagi orang tua tidak ada yang lebih berarti daripada sang jabang bayi yang baru saja dilahirkannya. Mereka sangat bahagia dengan tangisan dan kotorannya, akan tetapi mereka akan sedih ketika harus melihatnya sakit.
Dalam konteks berbuat baik kepada kedua orang tua, Al-Qur’an menganjurkan agar kita melakukannya dengan cara “ihsān”. Ihsan artinya kita melakukan sesuatu lebih dari sekedar kewajiban. Shalat lima waktu merupakan kewajiban, tetapi jika kita menambahnya dengan shalat-shalat sunnah lainnya, maka itulah ihsan. Puasa Ramadhan adalah kewajiban, dan jika kita mampu menambahnya dengan puasa-puasa sunnah, puasa Senin-Kamis misalnya, maka itulah ihsan.
Berbuat baik kepada kedua orang tua harus diupayakan secara maksimal, secara ihsan, lebih dari sekedar kewajiban kita terhadapnya. Jika sang anak ingin memberikan sesuatu kepada orang tua, berikanlah yang maksimal. Karena yang maksimal saja belum tentu dapat sebanding dengan jerih payah dan pengorbanan keduanya selama ini dalam mengasuh dan membesarkannya. Seseorang bisa menjadi dokter, tentu berkat orang tua. Menjadi insinyur, juga berkat orang tua. Menjadi ulama juga berkat orang tua. Bahkan menjadi presiden juga berkat orang tua. Setidaknya, karena do’a orang tua itulah seseorang berhasil menggapai apa yang diusahakannya. 
Itulah pengorbanan orang tua dalam memelihara, mengasuh dan membesarkan kita hingga seperti ini. Oleh karenanya, Al-Qur’an lagi-lagi menegaskan:

وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (Q, s. Luqman / 31:14)

Jadi menurut Al-Qur’an ibu mengandung, melahirkan dan menyusui adalah suatu pengorbanan yang luhur, yang menuntut adanya balasan terimakasih dari anaknya. Ini berbeda dengan Genesis dalam Perjanjian Lama yang mengatakan bahwa wanita mengandung, melahirkan dan menyusui adalah akibat dosanya (melalui Hawa, istri Adam) yang telah melanggar larangan Tuhan di Surga.
Berbuat baik kepada orang tua dalam Islam bersifat mutlak. Artinya andaikata ada diantara kita yang kedua orang tuanya kebetulan berbeda agama, Al-Qur’an tetap mengajarkan untuk berbuat baik kepada keduanya. Artinya, berbuat baik kepada kedua orang tua itu tidak didasarkan atas kesamaan agama, tetapi lebih karena jasa-jasa baik keduanya terhadap perkembangan dan jati diri kita.

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q, s. Luqman / 31:15)

Dalam rangka berbuat baik kepada kedua orang tua tersebut, Al-Qur’an mengajarkan agar kita berdo’a:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً
Ya Tuhanku, berilah rahmat kepada kedua orang tuaku, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu kecil. (Q, s. al-Isra’/17:24)

Maka, barangsiapa yang durhaka kepada kedua orang tua, Allah akan melaknatnya, dan mengharamkan surga baginya.

رِضَى الله في رِضَى الوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فيِ سُخْطِ الوَالِدَيْنِ (متفق عليه)
Keridhaan Allah tergantung pada keridhaan kedua orang tua, dan kemurkaan Allah tergantung pula pada kemurkaan kedua orang tua (HR. Muttafaq ‘Alaih)